Sragen – Program Deradikalisasi (pembinaan) bagi terpidana kasus terorisme terus digalakkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Hal ini bertujuan agar usai menjalani hukuman, napi kasus terorisme ini tidak kembali lagi ke jaringan kelompoknya untuk kembali melakukan aksi teror dan bisa kembali ke masyarakat.
Namun pembinaan terhadap napi terorisme bukanlah suatu pekerjaan mudah. Apalagi selama ini kasus terorisme selalu membawa nuansa agama dan mereka selalu berdalil bahwa apa yang mereka lakukan adalah jihad dan sesuai dengan ajaran agama.
BNPT sendiri selama ini telah membagi empat level kategori narapidana kasus terorisme. Narapidana level satu adalah para narapidana terorisme yang tidak bersedia untuk ditemui, tidak mau komunikasi dengan aparat, kukuh pada ideologi, dan menganggap NKRI ‘thaghut’.
Level dua adalah para narapidana terorisme yang bersedia ditemui oleh siapa pun. Namun, masih kukuh dengan prinsip ideologinya. Level tiga adalah kategori narapidana terorisme yang bersedia untuk komunikasi, tapi memiliki rasa takut, dan sering dianggap berkhianat oleh kelompoknya. Kemudian, narapidana terorisme level empat adalah mereka yang telah berhasil menjalani pembinaan total dan telah mengadopsi pandangan damai, toleran, dan moderat.
Contohnya di Lapas Klas II A Sragen. Di Lapas ini terdapat dua orang narapidana kasus tindak pidana terorisme yang merupakan pindahan dari Rumah Tahanan (Rutan) Mako Brimob Kelapa Dua, Jakarta sejak 15 September 2015 lalu, yakni JP alias GLH alias STWN dan AR alias ABL alias AGN. Kedua yang merupakan anggota Jamaah Islamiyah (JI) Jawa Tengah yang diganjar hukuman 4 tahun 10 bulan dan 5 tahun.
Selama berada di dalam lapas, kedua napi tersebut menunjukkan kelakuan yang sangat baik, bersedia untuk berinteraksi dengan napi lainnya dan bersedia menjalani berbagai macam kegiatan yang diselenggarakan oleh petugas Lapas. Tetapi keduanya masih belum bersedia mengikuti kegiatan upacara bendera.
“Tentunya kita tidak bisa menduga-duga kenapa mereka tidak mau ikut upacara. Tapi kalau napi kasus terorisme selama ini kan tentunya terkait dengan masalah pemahaman ideologi negara yang mereka anut,” ujar Kepala Lapas Klas II A Sragen, Azwar, BE, IP, SH, MM saat ditemui di kantornya, Rabu (16/03/2016) petang.
Namun demikian, keduanya tidak pernah membuat permasalahan apapun, ataupun berselisih dengan narapidana lainnya. Bahkan keduanya mau melaksanakan kegiatan ibadah /sholat berjamaah dengan narapidana lainnya.
“Alhamdulillah selama 6 bulan ini dia tidak ada masalah apapun. Saya juga masuk dan ngobrol di kamar mereka juga tidak ada masalah. Bahkan mereka mau sholat bersama dengan napi lainnya di masjid,” katanya lagi.
Dikatakannya, kendala yang dialami dalam menghadapi dua napi kasus terorisme itu adalah belum adanya acuan yang jelas mengenai penanganan narapidana kasus terorisme. “Kalau kemarin-kemarin ada acara para petugas Lapas bersama BNPT itu kan untuk menyatukan persepsi. Kalau acuan itu sudah ada baru kita sinergikan,” ujarnya
Karena kedua napi tersebut baru menghuni lapas selama 6 bulan, saat ini pihaknya mengaku belum banyak melakukan pembinaan yang lebih spesifik. “Selama ini kami hanya melakukan pengamatan sambil melakukan pendekatan. Karena kami juga masih menjajaki militansi dia itu seperti apa,” ujarnya mengakhiri.