Jakarta – Ideologi Pancasila adalah senjata ampuh untuk melindungi bangsa Indonesia dari ancaman propaganda radikalisme dan terorisme. Karena itu jangan pernah lelah menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam Ideologi Pancasila yaitu agama, sosial, persatuan, kerakyatan, dan keadilan kepada masyarakat, terutama generasi muda.
“ Ideologi Pancasila yang didalamnya ada penguatan pemahaman agama dan nasionalisme adalah landasan kuat untuk membangun rasa kebangsaan nasional Indonesia sekaligus membentengi bangsa Indonesia dari ancaman terorisme. Dengan demikian, Pancasila harus terus disosialisasikan dan diaplikasikan secara terus menerus untuk membentuk kepribadian masyarakat Indonesia yang kuat,” ujar Prof. Dr. Bambang Widodo Umar, Msi, Staf Pengajar Program Pascasarjana Kajian ilmu Kepolisian Universitas Indonesia di Jakarta, Selasa (01/03/2016).
Salah satu cara, kata Prof Bambang, yaitu penerapan ideologi Pancasila dalam setiap kurikulum pendidikan. Ia mengungkapkan dunia pendidikan di Indonesia harus jelas dalam merumuskan materi kurikulum, terutama mata pelajaran yang menanamkan rasa kebangsaan dan nasionalisme. Dengan penerapan ideologi Pancasila itu diharapkan bisa menjadi tolok ukur atau landasan dalam mengadopsi nilai-nilai yang berasal dari luar.
Menurutnya, di era sekarang ini, terutama dengan perkembangan dunia komunikasi melalui internet dan sosial media, pengaruh atau paham dari luar negeri sangat deras sekali masuk dalam setiap lini kehidupan baik itu sosial, ekonomi, budaya, politik, dan agama. Karena itu ia menegaskan agar teori atau nilai dari luar tidak begitu saja diterapkan, terutama di dunia pendidikan, tetapi harus disaring dengan cermat. Kalau ternyata tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, tentu saja tidak boleh digunakan di Indonesia.
Secara pribadi, ia mendukung penuh upaya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang sangat konsen dalam mencermati dunia maya, terutama untuk menangkal propaganda radikalisme dan terorisme. Menurutnya program Damai di Dunia Maya menjadi salah satu upaya untuk menangkal penyebaran paham negatif dari luar negeri, terutama yang menyasar anak muda.
Juga melalui dunia pendidikan, menurutnya, harus ada kesadaran dari berbagai pihak, terutama lembaga pendidikan untuk menjauhkan paham atau teori dari luar yang tidak sesuai dengan Pancasila dalam kurikulum pengajaran.
“Mata pelajaran atau mata kuliah harus sesuai dengan kepribadian bangsa. Untuk itu para pendidik jangan mengambil begitu juga teori baru dari luar yang tidak sesuai dengan Pancasila. Tidak hanya membuat bingung murid atau mahasiswa, tetapi juga bisa menyesatkan mereka. Apalagi itu ajaran-ajaran keagamaan yang cenderung radikalisme,” ungkap Prof Bambang.
Selain itu, lanjut Prof Bambang, sosialisasi tentang ideologi Pancasila dan juga pemahaman agama, terutama agama Islam yang Rahmatan lil Alamin harus dilakukan terus menerus. Selain itu, nilai-nilainya juga harus dipelihara dan tidak hanya dijadikan slogan atau ditempel di papan pengumuman.
“Itu harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tentu saja harus ada manajemen yang menggambarkan bagaimana nilai dasar Pancasila dalam memperkuat nasionalisme bangsa ini. Intinya, Pancasila adalah orientasi kehidupan yang bersifat komunal atau umum. Jadi kalau ada perilaku yang bersifat individu itu tidak sesuai dengan Pancasila dan jangan diadopsi. Ini tidak boleh dilakukan secara sepotong-sepotong, karena maskin derasnya perkembangan berbagai pengaruh ideologi dari luar sana,” papar Prof Bambang.
Ia menegaskan, penguatan ideologi Pancasila serta pemahaman agama ini mutlak harus dilakukan karena suka atau tidak saat ini Bangsa Indonesia sudah dirasuki paham dari luar negeri. Buktinya sekarang timbul penyimpangan seperti LGBT dan juga aksi-aksi terorisme yang mengatasnamakan agama. Itu artinya ketahanan nasional Indonesia tengah menghadapi ancaman besar.
Sehari sebelumnya, BNPT bersama Kementerian Riset, Teknologi, dan Dikti (Kemenristekdikti) juga telah menggelar Dialog Pencegahan Paham Radikal di Kalangan Perguruan Tinggi se-Jateng di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Senin (29/2/2016). Salah satu narasumber diaog itu adalah Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKB Ir. Abdul Kadir Karding. Dalam pemaparannya, Abdul Kadir Karding mendukung penuh pencegahan paham radikalisme lewat perguruan tinggi.
Untuk itu, ia meminta BNPT dan Kemenristekdikti lebih masif membentengi para mahasiswa dari propaganda paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila. “Kurikulum pendidikan di semua jenjang dilakukan audit. Jangan sampai ada pelajaran yang mengarah dan memuat konten radikalisme,” kata Karding.