Ketika Panglima Laskar Jundullah Berganti Haluan Untuk Pertahankan NKRI dan Jaga Pancasila

Program deradikalisasi di luar lapas yang dilaksanakan di Makassar pada tanggal 5 November 2015 lalu dihadiri oleh 50 orang peserta dari berbagai lapisan ormas, mantan napi terorisme, keluarga dan jaringan serta kelompok yang berpotensi menjadi radikal. Tahapan program deradikalisasi di luar lapas memasuki tahapan kedua yaitu pembinaan wawasan kebangsaan dan keagamaan. Sebelumnya telah dilaksanakan tahap identifikasi, tahap ini sangat berguna untuk tahapan berikutnya, karena dengan mengetahui data orang per orang terkait cara pandang kebangsaan dan keagamaan serta latar belakang keahlian yang mereka miliki kita dapat menghadirkan pakar, akademisi, tokoh masyarakat melakukan dialog secara bebas dan terbuka, serta memberikan nuansa baru dalam dunia kewirausahaan.

Agus Dwi Karna, Panglima Laskar Jundullah dan pendiri Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) yang telah dibebaskan oleh otoritas Filipina pada 31 Desember 2013 lalu setelah ia menjadi penghuni penjara selama lebih dari 11 tahun. Saat itu ia didapuk menjadi salah seorang pemateri pada hari kedua, banyak pemikiran yang baru dan menarik dari beliau sebagai tokoh pendidik yang kini aktif membina pesantren insan cendekia di Serpong, Banten. Di antara pemikiran beliau yang sangat penting adalah NKRI harus dipertahankan dan Pancasila harus dijaga, bila ada orang yang tidak setuju dengan empat pilar bernegara, silahkan mencari tempat lain.

Anjuran tersebut sebenarnya bukan hal baru dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama jika yang menyampaikan pandangan tersebut adalah seorang birokrat, akademisi atau pakar wawasan kebangsaan, namun jika yang menyampaikan poin adalah seorang tokoh pejuang yang pernah aktif dalam pergerakan Jundullah dan pernah menjadi tahanan pemerintah Filipina selama 11 tahun lamanya, tentu ini sangat menarik perhatian. Agus Dwi karna sendiri memang kembali ke Indonesia dengan nuansa baru dari hasil muhasabah (introspeksi diri) yang baru.

Hasil perenungan beliau tersebut sesuai dengan anjuran dalam agama bahwa kita selalu harus melakukan introspeksi diri sebelum kita diperiksa oleh Allah SWT pada hari pembalasan kelak –‘haasibuu anfusakum qabla ‘an Tuhasabuu’— saat semua makhluk menjalani proses perhitungan terhadap segala perbuatan yang telah dilaksanakan..

Saat saya mendampingi beliau sebagai narasumber dalam pembinaan wawasan kebangsaan, keagamaan dan sesekali menyinggung pentingnya memiliki dan menguasai keterampilan dunia usaha, beliau mendorong dan memotivasi semua peserta agar terus meningkatkan potensi ekonomi yang dimiliki umat Islam, terutama dalam aspek pemberdayaan ekonomi umat.

Ustad Agus, begitu saya menyapanya, menegaskan bahwa tiga hal yang harus dikuatkan bila umat Islam ingin maju dalam dunia ekonomi adalah; pertama, kultur masyarakat harus sesuai dengan praktek yang diajarkan Rasulullah saw dalam melakukan perdagangan. Kedua, struktur pemerintah harus menopang kemajuan ekonomi masyarakat, dan yang ketiga adalah sumber daya manusia yang sangat urgen untuk diperhatikan dalam meningkatkan ekonomi umat.

Beliau mengisahkan perjalanan hidupnya selama menjalani hukuman di negara Filipina, tidak jarang ia hanya makan dengan sepotong roti, kalaupun ia makan nasi, itu ia dapat dari kiriman kedutaan besar RI di Manila. Namun dengan ketekunannya, ia berhasil menyediakan restoran halal food di dalam lapas. Ia mengakui bahwa ia baru bisa menemukan cara terbaik dalam menjalani hidup setelah melakukan muhasabah (introspeksi diri) yang ia lakukan selama di tahan di lapas Filipina.

Khairunas ‘Anfauhum linnas‘ sebaik-baik manusia adalah manusia yang banyak memberikan manfaat kepada sesama orang lain. Demikianlah prinsip beliau yang ditegaskan saat merespon banyak pertanyaan dari peserta yang merasa penasaran dan terkesima mendengarkan perjalan dan perjuangan beliau dalam menegakkan syariat Islam.

Agus Dwi Karna mendukung program deradikalisasi yang dijalankan BNPT terutama dalam hal pemberdayaan dan pembinaan kewirausahaan. Harapan beliau agar kegiatan pembinaan kewirausahaan terus dijalankan secara berkelanjutan, agar masyarakat tidak tinggal berpangku tangan tetapi terus secara aktif memajukan ekonomi yang dapat memajukan kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak.

Beliau mengulas secara panjang lebar empat pilar bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Motivasi beliau kepada seluruh peserta sangat mencerahkan dan mengokohkan pendirian beliau kepada empat pilar bernegara, bukan empat konsensus dasar yang sudah banyak dipahami lapisan masyarakat. Meskipun beliau termasuk pendiri organisasi KPPSI (Komite Perjuangan dan Penegakan Syariat Islam), namun beliau tidak berbicara banyak tentang nama organisasi tersebut, beliau lebih menekankan pada internalisasi nilai-nilai syariat Islam yang telah menjadi bagian terbesar dari kehidupan masyarakat Indonesia. Kini beliau banyak mengabdikan ilmu dan tenaganya di sekolah insan cendekia di Serpong.