Batam – Kepulauan Riau yang berbatas dengan Malaysia dan Singapura, sangat rawan disusupi paham radikal anggota kelompok Negara Islam Irak-Suriah (ISIS).
Staf Ahli Deputi Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Wawan Purwanto saat berkunjung ke Kepri, menyampaikan analisanya. Bahkan paham ISIS disinyalir bisa masuk melalui para imigran gelap asal Timur Tengah yang kerap singgah di Batam.
Yang mengejutkan justru, paham ISIS ini juga merambah semua kalangan, hingga kalangan pejabat bahkan oknum anggota Polri sekalipun. Seperti kabar mengenai dugaan bergabungnya Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Badan Pengusahaan (BP) Batam Dwi Djoko Wiwoho bersama istri dinyatakan terlibat dengan ISIS.
“Pemahaman/doktrin ISIS merupakan paham radikal yang harus ditolak dan dibasmi, karena karateristik ISIS tersebut tidak berlaku dengan negara Republik Indonesia yang memiiliki asas Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika,” ujar Mayor Jenderal TNI Buyung Lalana Komandan Korps Marinir saat diwawancarai batamnews.co.id, usai bertatap muka dengan seluruh kesatuan TNI-Polri dalam memperingati hari jadinya Korps Marinir yang ke-70 di Markas Komando Batalyon Infanteri X Satria Bumi YUdha Setokok Barelang pada Minggu (8/11/2015) pagi.
Buyung menyanyangkan perilaku yang dilakukan oleh Dwi Djoko Wiwoho bersama istri dinyatakan terlibat dengan ISIS. Selain itu, kata Buyung, kemiskinan juga bisa membuat orang cepat terpengaruh dengan paham-paham radikal.
“Kemiskinan masyarakat sangat mudah membuat orang tertarik atas janjian oleh ISIS untuk menarik dan merekrut anggota dari sisi kelemahan ekonomi dan juga dipengaruhi atas dasar pemahaman rohani,” ujar dia.
Buyung juga berpesan kepada anggotanya untuk memantau potensi-potensi tersebut di lapangan. Buyung menyebut, menjadi tanggungjawab TNI menumpas paham-paham yang tak sesuai asas Pancasila tersebut.
“Kehadiran ISIS merupakan bahaya laten yang harus dibasmi dan untuk mengantipasi terhadap prajurit korps marinir yang pihaknya juga tidak mentolelir dan kompromi perbuatan anggota bila ada yang terlibat,” ujar lulusan Akabri 1983 itu.
Buyung juga menyampaikan kekhawatirannya, nelayan bisa dengan mudah disusupi paham radikal tersebut.
Laut Indonesia memiliki kekayaan yang sangat luar biasa, jadi jangan dijadikan alasan nelayan adalah miskin,” kata Mayjen Buyung Lalana.
Sumber : BATAMNEWS.CO.ID