Dialog Pencegahan Paham Radikalisme dan ISIS di Kalangan Pemuda di Bandung kedatangan tamu ‘menyeramkan’. Seorang lelaki paruh baya yang sempat fenomenal di Indonesia naik ke atas podium dan memberikan kesaksian atas perbuatannya di masa lalu. Kini, selepas ‘nyantri’ beberapa tahun dalam dinginnya penjara ia justru mengecam perbuatannya sendiri.
Dia adalah Ustadz Ismail. Pernah terlibat dalam pembajakan pesawat Garuda Woyla dan pengeboman masjid Istiqlal. Dia memang terlibat dalam dua aksi tersebut dan dia bertanggung jawab karena sebagai pelaku lapangan untuk melakukan terorisme.
Ustadz Ismail dalam kesempatan tersebut menyadari kekeliruannya di masa lalu dan berharap tidak seorang pun mengikuti jejaknya. Kini dia sadar bahwa apa yang dilakukan di masa lalu (aksi terorisme) adalah perbuatan nista. Disebut nista karena pada praktik terorisme yang ia lakukan saat itu adalah menggunakan pemahaman keagamaan Islam untuk tindakan tak beradab.
Dia mengisahkan di masa aktif sebagai teroris ia menjadikan anak muda (usia belasan dan dua puluhan tahun) sebagai target utama rekrutmen. Dipilihnya anak muda dalam rekrutmen teroris karena mereka adalah generasi yang masih labil namun penuh semangat tinggi. Semangat tinggi itulah modal utama kelompok teror untuk melakukan aksi kekerasannya. Dirinya pun ketika terlibat aksi radikal terorisme masih berusia 19 tahun.
Menurutnya anak muda adalah target paling mudah untuk dilakukan doktrinisasi alias ‘cuci otak’. Mereka mudah diberi janji-janji manis berupa ‘paket masuk surga’ asal mau melakukan terorisme. Mereka mudah diberi janji seperti itu karena pemahaman keagamaan mereka yang miskin.
Dalam melakukan ‘cuci otak’ tersebut, Ustadz Ismail mengaku menggunakan pendekatan agama. Ia menyelewengkan ayat-ayat suci untuk ia tafsirkan dengan gaya radikal dan aksi teror. Bagi para pelaku kriminal misalnya, ia menawarkan pencucian dosa dan surga asalkan mau bergabung dengan kelompok teroris.
Merayu target dengan sentimen dan isu keagamaan itulah yang paling mujarab dalam merekrut anggota baru selama ia jadi teroris. Ia pun mewanti-wanti agar para hadirin tidak mudah terbujuk tipu daya kelompok ini. Jika mantan teroris saja bisa kembali ke jalan lurus, kenapa kita harus masuk ke jalan teroris. Begitu kira-kira pesan penutup yang ia sampaikan di atas podium.