Menghidupkan Pancasila di Sekolah Kaltim di Tengah Tantangan Generasi Z

Menghidupkan Pancasila di Sekolah Kaltim di Tengah Tantangan Generasi Z

Samarinda — Posisi Kalimantan Timur sebagai wilayah strategis nasional membawa percepatan pembangunan infrastruktur dan teknologi, namun perubahan tersebut juga memunculkan tantangan baru di bidang pendidikan, khususnya dalam pembentukan karakter peserta didik. Sekolah-sekolah di Kaltim kini dihadapkan pada persoalan melemahnya internalisasi nilai-nilai Pancasila di kalangan Generasi Z.

Gejala tersebut terlihat dari menurunnya sikap kejujuran, kepedulian sosial, dan rasa saling menghormati, serta menguatnya individualisme. Generasi yang tumbuh bersama gawai dan media sosial ini memiliki kapasitas intelektual yang besar, tetapi rentan kehilangan arah nilai jika pendidikan karakter tidak disajikan secara relevan dengan realitas kehidupan mereka.

Padahal, Pancasila tetap menjadi fondasi utama pembentukan karakter bangsa. Nilai ketuhanan membangun integritas dan kejujuran sebagai kesadaran moral, sementara nilai kemanusiaan menumbuhkan empati dan adab sosial. Di tengah kemajemukan etnis dan budaya Kalimantan Timur, nilai persatuan menjadi perekat sosial yang krusial agar pembangunan tidak memicu fragmentasi.

Sementara itu, sila kerakyatan dan keadilan sosial mengajarkan tanggung jawab, kepedulian, serta sikap demokratis. Tantangan pendidikan saat ini bukan terletak pada kurangnya nilai, melainkan pada pendekatan dan kebijakan yang belum sepenuhnya mampu mengontekstualisasikan Pancasila bagi Generasi Z.

Penguatan karakter di sekolah perlu bergeser dari pendekatan normatif dan hafalan menuju pengalaman belajar yang bermakna. Pembelajaran berbasis proyek yang mengangkat persoalan lokal—seperti toleransi sosial, pelestarian lingkungan, dan kepedulian komunitas—dapat menjadi sarana efektif untuk menanamkan nilai gotong royong, keadilan, dan tanggung jawab secara nyata.

Dalam konteks ini, peran guru menjadi sangat strategis sebagai fasilitator nilai, bukan semata penyampai materi. Pemanfaatan media digital melalui konten kreatif, diskusi daring, dan refleksi berbasis kasus aktual juga perlu diarahkan untuk membangun literasi digital yang berlandaskan Pancasila, sehingga peserta didik terbiasa bersikap kritis, jujur, dan bertanggung jawab di ruang digital.

Agar penguatan pendidikan karakter berjalan sistematis, diperlukan kebijakan strategis dari Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur. Pertama, penyusunan Kebijakan Pendidikan Karakter Pancasila Daerah yang terintegrasi dengan kurikulum dan budaya sekolah. Kebijakan ini perlu memuat indikator karakter yang jelas, mulai dari religiusitas, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, hingga keadilan sosial, disertai contoh perilaku konkret dalam kehidupan sekolah.

Kedua, penguatan kapasitas guru harus menjadi prioritas melalui pelatihan pedagogi Pancasila dan pembelajaran berbasis proyek. Pelatihan perlu bersifat aplikatif dan berkelanjutan, didukung komunitas belajar guru di tingkat kabupaten/kota, bukan sekadar kegiatan seremonial.

Ketiga, pemerintah daerah perlu mendorong terciptanya budaya sekolah berbasis Pancasila. Sekolah dapat difasilitasi untuk menyusun Blueprint Karakter Sekolah yang menegaskan nilai kejujuran, musyawarah, toleransi, dan keadilan, serta diimplementasikan melalui tata kelola organisasi siswa, sistem disiplin edukatif, dan apresiasi terhadap praktik baik.

Keempat, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci keberhasilan. Pendidikan karakter tidak dapat dibebankan kepada sekolah semata. Sinergi dengan orang tua, tokoh adat, tokoh agama, organisasi pemuda, dan dunia usaha akan memperkuat ekosistem pembelajaran karakter berbasis kearifan lokal. Pada akhirnya, pendidikan karakter Pancasila bagi Generasi Z di Kalimantan Timur merupakan investasi jangka panjang bagi masa depan daerah dan bangsa. Tujuannya bukan sekadar membentuk generasi yang patuh pada aturan, melainkan generasi yang berintegritas, adil, dan mampu bersatu dalam keberagaman.