Jakarta – Kolese Kanisius kembali menegaskan komitmennya dalam membentuk generasi yang terbuka, dialogis, dan berkeadaban melalui Ekskursi Agama 2025. Dengan mengangkat tema “Satu Harmoni, Merawat Negeri”, program tahunan ini bukan hanya perjalanan belajar, tetapi juga ruang perjumpaan yang mendorong Kanisian mengalami keberagaman secara langsung.
Kegiatan berlangsung selama 3–5 Desember 2025, dengan Pesantren Al-Mizan di Majalengka menjadi pusat seluruh aktivitas. Para siswa diajak “turun ke akar rumput” dan hidup bersama para santri untuk merasakan bagaimana nilai-nilai keagamaan dan budaya dijalankan dalam keseharian.
Direktur Kolese Kanisius, Thomas Gunawan Wibowo, menegaskan bahwa Indonesia—dengan kompleksitas agama, suku, bahasa, dan tradisinya—adalah ruang belajar paling kaya bagi karakter Kanisian.
“Ekskursi ini bukan sekadar kunjungan, melainkan titik awal bagi Kanisian untuk memaknai keberagaman sebagai dasar kemanusiaan,” ujarnya.
Thomas menjelaskan bahwa pengalaman langsung sangat penting untuk menumbuhkan kapasitas berdialog lintas iman, sejalan dengan visi pendidikan Serikat Jesus yang menekankan keterbukaan, refleksi, dan solidaritas.
Sebelum berangkat ke pesantren, Ekskursi Agama dibuka dengan Dialog Keberagaman di Jakarta (3/12). Dua tokoh nasional—penulis Okky Madasari dan aktivis HAM Usman Hamid—hadir memberikan perspektif mendalam tentang perjuangan membangun toleransi dan pentingnya melindungi martabat manusia di tengah masyarakat majemuk.
Sesi pengantar ini menjadi fondasi penting bagi Kanisian untuk memahami konteks pluralisme Indonesia sebelum memasuki realitas kehidupan pesantren.
Memasuki hari kedua dan ketiga, para Kanisian melakukan live in di Pesantren Al-Mizan. Mereka tinggal di asrama, mengikuti ritme harian santri, serta berbincang dari hati ke hati mengenai keyakinan, keseharian, dan mimpi masa depan.
Selama di pesantren, siswa mengikuti berbagai agenda, mulai dari tur kompleks pesantren, dialog terbuka, hingga kegiatan ekologis Aksi untuk Bumi berupa penanaman pohon bersama.
Kehangatan interaksi tercermin dalam sesi pertukaran kenang-kenangan dan Pentas Kreasi Seni, di mana santri dan Kanisian berkolaborasi menampilkan tarian tradisional, musik, serta pertunjukan khas Majalengka seperti permainan bola api.
Rangkaian kegiatan ini dirancang agar para Kanisian memahami bahwa toleransi tumbuh dari interaksi nyata—dari makan bersama, berlatih seni bersama, hingga bekerja sama menjaga lingkungan.
Ekskursi ditutup dengan Misa di Gereja Kristus Bangkit Kadipaten Majalengka (5/12), menegaskan bahwa perjalanan lintas iman ini bertujuan memperkuat identitas spiritual para siswa sekaligus memperdalam penghargaan terhadap perbedaan.
Melalui pendekatan pengalaman langsung, Kolese Kanisius berharap Ekskursi Agama menjadi ruang subur bagi siswa untuk menumbuhkan empati, mengasah kepekaan sosial, serta merawat harmoni di tengah keberagaman Indonesia.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!