Literasi Berbasis Karakter Lokal Penting Hadapi Generasi Emas 2045

Kabila – Perpustakaan Nasional memanfaatkan Festival Literasi Bone Bolango 2025 sebagai momentum untuk menegaskan kembali bahwa penguatan literasi harus disesuaikan dengan kondisi geografis dan sosial setiap daerah.

Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca, Nurhadi Saputra, menekankan bahwa literasi merupakan fondasi pembangunan manusia. Menurutnya, literasi bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga kemampuan memahami, menganalisis, serta mengelola informasi sebagai dasar pengambilan keputusan.

“Hasil berbagai asesmen baik nasional maupun internasional menunjukkan kualitas literasi kita masih menghadapi banyak tantangan. Kondisinya berbeda-beda, baik secara geografis maupun sosial ekonomi. Karena itu pendekatan literasi di kota tidak bisa disamakan dengan daerah terpencil,” ujar Nurhadi saat membuka Festival Literasi Bone Bolango 2025 di BPU Kabila, Selasa (2/12/2025).

Ia mencontohkan, tren literasi digital mungkin relevan bagi wilayah dengan infrastruktur teknologi memadai, namun belum tentu cocok diterapkan di daerah seperti Papua yang masih terkendala jaringan dan perangkat. Untuk itu, ia menegaskan perlunya pemetaan kebutuhan dan model literasi yang sesuai karakteristik lokal.

Lebih jauh, Nurhadi mengingatkan bahwa literasi merupakan urusan wajib pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014. Setiap tahun, pemerintah pusat melakukan penilaian kinerja literasi daerah melalui Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) dan Tingkat Kegemaran Membaca (TKM), yang menjadi bagian dari rapor resmi daerah.

“Perpustakaan adalah hak masyarakat, sama seperti pendidikan. Pemerintah daerah wajib memenuhinya, dan kami melakukan evaluasi itu setiap tahun,” tegasnya.

Ia juga memaparkan berbagai program dukungan pemerintah pusat sejak 2019, termasuk renovasi dan pembangunan perpustakaan melalui DAK Fisik. Bone Bolango sebelumnya juga mengajukan bantuan renovasi, walaupun tersedia opsi pembangunan baru hingga Rp10 miliar. Namun, mulai pemerintahan baru, skema DAK Fisik perpustakaan untuk sementara dihentikan.

Untuk tahun 2025, Bone Bolango memperoleh DAK Nonfisik sebesar Rp750 juta sesuai akreditasi perpustakaan daerah. Pada 2026, skema baru akan diterapkan, dan daerah berakreditasi B diperkirakan hanya menerima sekitar Rp500 juta agar bantuan pemerintah pusat dapat menjangkau lebih banyak daerah.

Nurhadi mengajak pemerintah daerah terus memperkuat sinergi dengan pemerintah pusat, karena pembangunan literasi tidak bisa dilakukan sendiri. Kolaborasi seluruh elemen — pemerintah, masyarakat, komunitas, hingga sektor swasta — diperlukan untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi persaingan global menuju Generasi Emas Indonesia 2045.

“Mari melangkah bersama, bergerak dalam satu arah dan satu tujuan, membangun literasi demi Indonesia yang cerdas dan sejahtera,” pungkasnya.