Palu – Kementerian Agama RI bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulawesi Tengah menekankan pentingnya peran generasi muda sebagai agen perdamaian dalam menjaga kerukunan dan persatuan bangsa. Komitmen ini ditegaskan dalam dialog lintas iman yang digelar di Kota Palu, Senin.
Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kemenag RI, M Abid Abdushomad, mengatakan bahwa pelibatan pemuda sangat strategis dalam memperkuat kampanye moderasi beragama. Menurutnya, suara anak muda dapat menjadi energi positif untuk memperkokoh kerukunan antarumat beragama.
“Generasi muda harus dilibatkan dalam menjaga keutuhan bangsa melalui kampanye moderasi beragama, supaya kerukunan semakin kuat,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa FKUB sebagai wadah para tokoh lintas agama memiliki peran penting dalam meningkatkan kapasitas pemuda agar mampu menyampaikan pesan toleransi secara lebih luas. Dialog lintas iman, lanjutnya, menjadi salah satu ruang pembelajaran untuk memperkuat nilai-nilai kerukunan.
“Tidak mungkin tercipta perdamaian tanpa tumbuhnya toleransi di masyarakat. Menjaga kerukunan adalah bagian dari upaya menjaga kedamaian,” tambah Abid.
Ketua FKUB Sulteng, Prof. Zainal Abidin, menilai keberagaman masyarakat Sulteng—baik dari sisi suku, budaya, maupun agama—menjadikan daerah tersebut sebagai miniatur Indonesia. Karena itu, menurutnya, pemuka agama perlu bekerja sama dalam memberikan pemahaman yang utuh mengenai toleransi.
“Tokoh lintas agama harus bergandengan tangan memperkuat jalinan kerukunan dengan melibatkan generasi muda sebagai ujung tombaknya,” kata Zainal, yang juga Guru Besar UIN Datokarama Palu.
Ia menekankan bahwa keberagaman seharusnya dipandang sebagai rahmat, bukan sumber perpecahan. FKUB, kata dia, perlu hadir membawa optimisme bahwa perbedaan justru memungkinkan masyarakat hidup berdampingan secara harmonis.
“Perbedaan jangan membuat kita bertikai dan bermusuhan,” ungkapnya.
Zainal mengidentifikasi lima tantangan utama dalam menjaga kerukunan di Sulteng, yaitu trauma konflik Poso, intoleransi di ruang digital, ketimpangan ekonomi dan pendidikan, rendahnya literasi lintas iman, serta menguatnya politik identitas lokal.
Meski demikian, ia tetap optimistis kerukunan di Sulteng dapat terjaga. Optimisme itu, menurutnya, didukung oleh berbagai peluang, mulai dari pendekatan berbasis kearifan lokal, peran strategis tokoh agama dan FKUB, pendidikan multikultural, hingga kontribusi media, komunitas muda, dan lembaga masyarakat maupun adat. Ia menegaskan bahwa sejumlah strategi dapat ditempuh untuk merawat kerukunan, seperti penguatan literasi digital dan literasi agama, kegiatan muhibbah kerukunan, pengembangan ekonomi inklusif, serta pendidikan karakter yang menanamkan nilai toleransi.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!