PTIK Perkuat Strategi Cegah Radikalisme Lewat Riset, Pendidikan, dan Pemberdayaan Publik

Jakarta – Pusat Studi Terorisme Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) terus memperkuat komitmennya untuk memperkuat upaya pencegahan dan penanggulangan radikalisme melalui peningkatan riset, pengajaran, dan pemberdayaan masyarakat. Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Studi Terorisme PTIK, Komjen Pol (P) Prof. Dr. H.M. Rycko Amelza Dahniel, M.Si., dalam pemaparannya di Jakarta, Jumat (28/11/2025).

Menurut data dan analisis yang dipaparkan, pola radikalisasi di Indonesia mengalami perubahan signifikan. Bila sebelumnya pendekatan kontra-terorisme lebih banyak menekankan hard approach, kini kelompok radikal lebih aktif memanfaatkan ruang sosial dan digital untuk menyasar perempuan, remaja, serta anak-anak.

“Kelompok radikal kini melihat perempuan, remaja, dan anak sebagai target yang rentan dan strategis dalam regenerasi ideologi,” ujar Prof. Rycko.

Mantan Kepala BNPT itu menegaskan bahwa radikalisme dan terorisme tetap menjadi ancaman serius bagi keutuhan NKRI. Ideologi kekerasan tersebut tumbuh dari sikap intoleransi dan kerap memanfaatkan simbol-simbol keagamaan untuk menarik simpati pengikut baru.

“Radikalisme sama sekali tidak sejalan dengan jati diri bangsa yang berlandaskan keberagaman. Paham ini menanamkan kebencian, kekerasan, bahkan mengeksploitasi perempuan dan anak,” tegasnya.

Prof. Rycko menjelaskan bahwa terorisme adalah fase lanjutan dari radikalisme yang mengekspresikan diri melalui aksi kekerasan, bom, hingga serangan bersenjata. Untuk memperkuat daya tangkal masyarakat, Pusat Studi Terorisme PTIK menyiapkan tiga pilar program kerja berbasis Tridarma Perguruan Tinggi:

Pendidikan dan Pengajaran, melalui pengembangan kurikulum S1–S3, kuliah umum, seminar, serta kunjungan edukatif ke Museum Penanggulangan Terorisme BNPT.

Penelitian, termasuk kolaborasi dengan peneliti BNPT dan pemanfaatan data I-KHub yang memuat lebih dari 800 putusan terkait kasus terorisme.

Pengabdian kepada Masyarakat, bekerja sama dengan Duta Damai, FKPT, Sekolah Damai, Kampus Kebangsaan, Desa Siaga, serta pendampingan bagi keluarga mitra deradikalisasi.

Untuk memperkuat institusi dan jejaring pencegahan ekstremisme, PTIK juga akan memperluas kerja sama melalui perjanjian resmi (PKS) dengan BNPT, Densus 88 Antiteror, serta mitra internasional.

Di akhir pemaparannya, Prof. Rycko menegaskan bahwa pendidikan dan ilmu pengetahuan menjadi fondasi utama dalam membangun ketahanan bangsa terhadap ideologi kekerasan.

“Ilmu adalah peninggalan paling berharga, dan mengamalkannya adalah kehormatan. Dengan pendidikan, kita dapat melawan radikalisme dan membangun Indonesia yang damai,” pungkasnya.