Kuliah Umum di UBB Bahas Kerentanan Mahasiswa terhadap Ekstremisme Digital

Pangkalpinang – Kampus sebagai ruang tumbuh kembang intelektual menjadi salah satu benteng penting dalam membentuk karakter generasi muda. Menyadari peran strategis itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Bangka Belitung serta Densus 88 menggelar kuliah umum dan dialog interaktif bertajuk “Peran Kampus sebagai Ruang Pencegahan Intoleransi, Radikalisme, Ekstremisme, dan Terorisme (IRET)” di ruang Betason Universitas Bangka Belitung (UBB), Rabu (26/11).

Acara yang diikuti sekitar 300 mahasiswa tersebut juga melibatkan berbagai unsur seperti BIN Daerah Babel, Polda, Kesbangpol, Kemenag, dan UBB. Hadir sebagai narasumber Dr. Rida Hesti Ratnasari, M.Si., CRGP, seorang peneliti dan pemerhati isu-isu sosial.

Ketua FKPT Babel, Subardi, dalam sambutannya menyebut kasus ledakan yang dilakukan seorang siswa SMA di Jakarta sebagai peringatan keras bagi seluruh pihak.

“Di Babel sendiri pernah ada anak SMA yang ikut dalam kelompok ekstrem seperti anarko. Ini harus menjadi perhatian bersama,” ujarnya.

Ia menambahkan, dari sejumlah survei, Indeks Potensi Radikalisme (IPR) di Bangka Belitung kerap berada di atas rata-rata nasional, sehingga diperlukan antisipasi yang lebih serius, termasuk melalui kegiatan edukatif seperti kuliah umum ini.

Kasatgaswil Densus 88 Anti Teror Babel, AKBP Maslikan, menegaskan bahwa kampus merupakan “laboratorium gagasan” yang bisa menjadi tempat merumuskan solusi berbagai persoalan, termasuk radikalisme.

Ia memaparkan bahwa dalam tiga tahun terakhir Indonesia berada dalam kondisi zero attack, dan pada 2024 menempati peringkat 39 dunia dalam kategori negara aman dari teror.

Namun di balik kondisi kondusif itu, ia menyoroti tren baru yang mengkhawatirkan: keterlibatan anak di bawah umur dalam ekstremisme. Saat ini, Densus 88 menangani sekitar 110 anak yang terindikasi terpapar paham ISIS.

“Penanganan anak jauh lebih sulit. Untuk sekadar mengungkap identitasnya saja kami harus sangat berhati-hati,” kata AKBP Maslikan.

Sementara Rektor UBB, Prof. Ibrahim, mengapresiasi kondisi Indonesia yang bebas serangan teror dalam tiga tahun terakhir, namun ia mengingatkan agar civitas akademika tidak terlena.

Kepada para mahasiswa, ia menyampaikan “tiga rumus radikal”: anti-Pancasila, anti-NKRI, dan kaum takfiri yang gemar mengkafirkan orang lain.

“Jangan mudah termakan konten di media sosial. Gunakan dengan bijak, saring sebelum sharing, dan kalau ragu—tanyakan kepada ulama atau ahli yang benar-benar kompeten,” pesannya.

Prof. Ibrahim menegaskan bahwa UBB berkomitmen menjadi “kampus kebangsaan” yang merawat keberagaman dan menjaga nilai-nilai persatuan.