KPAI Beberkan Tiga Langkah Keluarga Cegah Anak Direkrut Teroris di Dunia Digital

Jakarta — Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti pentingnya peran keluarga dalam mencegah anak terseret praktik rekrutmen jaringan terorisme di ruang digital. KPAI menguraikan tiga langkah utama yang perlu dilakukan orang tua untuk melindungi anak dari ancaman tersebut.

Ketua KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah, menjelaskan bahwa langkah pertama adalah membangun komunikasi yang hangat, terbuka, dan penuh kepercayaan. Dengan begitu, anak merasa aman untuk berbagi pengalaman atau hal-hal mencurigakan yang ia temui saat berselancar di internet.

Langkah kedua, kata Margaret, adalah memastikan pengawasan terhadap grup pertemanan anak di media sosial. Orang tua perlu memastikan grup tersebut memang berkaitan dengan aktivitas keluarga, sekolah, atau kegiatan belajar, sehingga anak tidak masuk ke ruang digital yang berisiko.

Langkah berikutnya adalah melakukan pengecekan berkala terhadap gawai anak, meliputi percakapan, aplikasi yang terpasang, hingga riwayat pencarian. “Pendekatan ini tetap harus menghormati hak anak, tetapi pada saat yang sama memberikan perlindungan yang memadai,” ujarnya.

Selain peran keluarga, Margaret menegaskan bahwa pemerintah harus memastikan seluruh regulasi dan kebijakan perlindungan anak di dunia digital berjalan secara efektif. Penegakan aturan termasuk kewenangan take down terhadap konten dan platform yang membahayakan anak dinilai sangat penting, terlebih di tengah meningkatnya risiko eksploitasi dan rekrutmen digital yang mengandung unsur radikalisme dan kekerasan.

Ia menambahkan, perlindungan anak dari ancaman terorisme membutuhkan langkah yang terkoordinasi dan berpusat pada kepentingan anak. “Pemerintah pusat, pemerintah daerah, satuan pendidikan, dan aparat penegak hukum harus bekerja bersama memastikan tidak ada satu pun anak yang menjadi sasaran jaringan berbahaya,” katanya.

Dalam perkembangannya, Densus 88 Antiteror Polri tercatat telah menangkap lima pelaku yang merekrut anak dan pelajar untuk bergabung dalam jaringan terorisme. Penangkapan dilakukan di sejumlah wilayah Indonesia dalam tiga operasi sejak akhir Desember 2024 hingga 17 November 2025. Sepanjang tahun 2025, sedikitnya 110 anak telah terjerat rekrutmen kelompok radikal melalui media sosial hingga platform gim online