Jakarta – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menekankan urgensi penerapan Pedoman Teknis Perlindungan Anak dari Jaringan Terorisme sebagai acuan nasional dalam memperkuat upaya perlindungan anak di Indonesia.
Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dalam Kondisi Khusus KemenPPPA, Susanti, menjelaskan bahwa pola terorisme modern kini semakin menyasar kelompok anak dan remaja, terutama melalui penyebaran ideologi ekstrem di ruang digital.
“Anak dan remaja merupakan kelompok yang sangat rentan terpengaruh, terutama lewat dunia digital. Karena itu, kita harus memberikan perlindungan ekstra agar mereka tumbuh di lingkungan yang aman,” ujarnya dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (20/11/2025).
Susanti menegaskan bahwa langkah tersebut sejalan dengan Pasal 61 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Anak, yang mengatur upaya pencegahan hingga pemulihan bagi anak yang berisiko terpapar paham radikal.
Ia menambahkan bahwa penguatan ideologi dan rasa nasionalisme menjadi bagian penting untuk membentuk ketahanan mental anak. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui layanan konseling, rehabilitasi, pendampingan, serta pola pengasuhan yang menanamkan nilai karakter.
“Pengasuhan yang menekankan empati, tanggung jawab, dan kemandirian mampu memperkuat daya tahan anak terhadap pengaruh negatif, termasuk radikalisme dan konten kekerasan ekstrem,” jelasnya.
Susanti menegaskan bahwa perlindungan anak dari ancaman jaringan terorisme membutuhkan keterlibatan banyak pihak, tidak bisa dilakukan hanya oleh pemerintah.
“Perlindungan anak membutuhkan kolaborasi berbagai pihak. Keluarga, sekolah, masyarakat, hingga ruang digital harus saling mendukung agar anak memiliki lapisan perlindungan yang kuat,” ujarnya.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!