Delegasi Austria Apresiasi Indonesia sebagai Laboratorium Toleransi Global

Delegasi Austria Apresiasi Indonesia sebagai Laboratorium Toleransi Global

Jakarta — Delegasi Austria, Alexander Rieger, menyampaikan apresiasi atas langkah Indonesia yang berhasil memadukan diplomasi, pendidikan, dan keberagaman dalam satu program lintas budaya. Ia menilai Indonesia tidak hanya berbicara soal toleransi, tetapi juga berhasil menerapkannya dalam kehidupan nyata masyarakatnya.

“Kami melihat Indonesia bukan sekadar berbicara tentang toleransi, tetapi benar-benar mempraktikkannya,” ujar Rieger saat memberikan sambutan pada pembukaan Indonesian Interfaith Scholarship (IIS) 2025 di Jakarta, Rabu (12/11/2025).

“Ini menjadi pelajaran berharga bagi dunia internasional,” tambahnya.

Alexander Rieger, yang juga menjabat sebagai Minister Plenipotentiary–Head of the Task Force Dialogue of Cultures and Religions, hadir mewakili Pemerintah Austria dalam kegiatan pembukaan program yang mengusung tema “Harmonizing Culture and Religion in Indonesia.”

Acara dibuka oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Kamaruddin Amin, dan dihadiri perwakilan dari Kementerian Luar Negeri, Pemerintah Austria, serta sejumlah peserta dari berbagai negara. Pembukaan ditandai dengan jamuan resepsi yang berlangsung hangat dan penuh nuansa kebersamaan lintas iman.

Program Indonesian Interfaith Scholarship (IIS) merupakan hasil kolaborasi antara Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, dengan dukungan dari Pemerintah Austria. Kegiatan ini berlangsung selama delapan hari, dari 12 hingga 20 November 2025, dengan melibatkan tokoh muda lintas agama, akademisi, dan diplomat dari berbagai negara.

Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kemenlu RI, Heru Hartanto Subolo, menjelaskan bahwa IIS menjadi bagian penting dari diplomasi kultural Indonesia.

“Melalui program ini, Indonesia ingin berbagi praktik terbaik dalam mengelola keberagaman. Ini adalah cara kami menunjukkan bahwa harmoni dan toleransi adalah bagian dari identitas nasional,” jelas Heru.

Ia menambahkan, IIS bukan sekadar ruang belajar lintas iman, tetapi juga wadah membangun jejaring perdamaian global.

“Kami berharap para peserta dapat menjadi duta dialog dan kolaborasi antarnegara, membawa semangat damai Indonesia ke dunia,” imbuhnya.

Selama sepekan, peserta akan mengunjungi sejumlah daerah dengan kekayaan budaya dan keberagaman agama, seperti Bogor, Semarang, Yogyakarta, dan Bali. Melalui kunjungan ini, mereka diharapkan dapat memahami bagaimana nilai-nilai toleransi tumbuh secara alami di tengah masyarakat Indonesia. Program ini diharapkan tidak hanya memperkuat citra Indonesia sebagai negara yang majemuk dan damai, tetapi juga melahirkan generasi duta perdamaian lintas agama yang membawa semangat harmoni ke tingkat global.