Sukabumi — Semangat kerukunan antarumat beragama dan kepedulian terhadap alam tumbuh subur di Kecamatan Cicurug. Hal ini tampak dalam kegiatan Penanaman Pohon dan Sarasehan Lintas Agama yang diselenggarakan Badan Koordinasi Forum Kerukunan Umat Beragama (Bakor-FKUB) Kecamatan Cicurug, Sabtu (1/11), di kawasan Pondok Pesantren Al-Hasaniyyah, Kampung Kaum Babakan, Kelurahan Cicurug.
Acara ini dihadiri oleh Camat Cicurug, unsur Forkopincam, Kepala KUA, pimpinan pondok pesantren, serta para tokoh lintas agama — Islam, Kristen, Katolik, dan Buddha — bersama perwakilan ormas keagamaan seperti NU, LDII, dan Syarikat Islam, juga tokoh adat serta pengelola sekolah berbasis agama.
“Kerukunan bukan sekadar slogan, tapi komitmen yang harus terus dipelihara bersama,” ujar Sekretaris FKUB Cicurug, David F.C. Dharmadjaja.
Momentum utama kegiatan ini adalah Deklarasi Lintas Agama Kecamatan Cicurug, yang memuat empat komitmen penting: menjaga persaudaraan lintas iman, melestarikan lingkungan hidup, menolak kekerasan dan kebencian, serta membangun Cicurug sebagai wilayah yang damai, hijau, dan harmonis.
“Deklarasi ini bukan simbol, melainkan wujud nyata kesadaran bersama bahwa menjaga lingkungan dan kerukunan merupakan satu kesatuan nilai,” tambah David.
Usai penandatanganan deklarasi, para peserta bersama santri dan pemuda lintas iman menanam 100 bibit pohon di lingkungan pesantren. Suasana gotong royong terasa hangat ketika para tokoh agama ikut menggali tanah dan menanam bibit sebagai simbol tanggung jawab terhadap alam.
“Kami ingin menanam bukan hanya pohon, tapi juga nilai-nilai toleransi. Dari akar yang kuat, semoga tumbuh pohon kehidupan yang damai,” ungkap David.
Kegiatan berlanjut dengan Sarasehan Lintas Agama, membahas sejarah panjang kerukunan di Cicurug yang telah terjalin sejak awal abad ke-20.
Ketua Bakor FKUB Cicurug, Ust. M. Azis Saepulloh, menuturkan bahwa keberadaan Masjid Bintang, Gereja Katolik, Biara Padua, dan GKI Cicurug merupakan warisan sejarah yang mencerminkan harmoni antarumat beragama di wilayah tersebut.
“Kami ingin menunjukkan bahwa Cicurug bukan daerah intoleran. Justru di sini, nilai-nilai persaudaraan antaragama tumbuh dengan damai dan saling menghormati,” tegasnya.
Sebagai penutup, seluruh peserta menikmati liwetan bersama ala santri. Para tokoh agama duduk bersila di atas hamparan daun pisang, menyantap hidangan yang sama dalam suasana penuh kehangatan dan canda tawa.
“Dari meja liwetan ini kita belajar bahwa perbedaan tidak untuk memisahkan, melainkan untuk menyatukan dalam rasa syukur dan kebersamaan,” pungkas David.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!