Haedar Nashir: Pemuda Harus Jadi Generasi Berilmu, Berakhlak, dan Mandiri

Jakarta — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir menyerukan agar generasi muda Indonesia terus menyalakan semangat Sumpah Pemuda dalam diri mereka. Ia mengingatkan bahwa tantangan generasi kini bukan lagi perang fisik, melainkan perjuangan menjaga akhlak, integritas, dan jati diri di tengah derasnya arus materialisme dan disrupsi teknologi.

Dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (28/10/2025), Haedar menyebutkan bahwa pemuda Indonesia memegang peran penting sebagai penerus cita-cita kemerdekaan. Ia menekankan pentingnya kemandirian, kerja keras, dan sikap hormat kepada orang tua sebagai wujud nyata budi pekerti bangsa.

“Jadilah anak muda yang berprestasi dan berakhlak. Sukses itu tidak harus meniru orang lain, tetapi menjadi diri sendiri yang jujur, mandiri, dan bermanfaat,” ujar Haedar.

Menurutnya, di tengah segala keterbatasan, banyak anak muda Indonesia yang membuktikan diri dengan prestasi di bidang sains, teknologi, maupun kewirausahaan sosial.

“Mereka adalah wajah optimisme bangsa — jujur, cerdas, berilmu, dan berkarakter kuat. Itulah modal ruhaniah yang harus dijaga,” tambahnya.

Haedar juga menanggapi pandangan Presiden Prabowo Subianto mengenai potensi dua juta lebih generasi muda ber-IQ tinggi di Indonesia. Ia menilai optimisme tersebut harus diikuti dengan kebijakan pendidikan yang membina karakter dan memperkuat fondasi budaya.

“Potensi itu hanya akan tumbuh jika pendidikan kita mampu memadukan kecerdasan intelektual dengan kecerdasan moral dan spiritual,” ujarnya.

Namun, Haedar tak menutup mata terhadap berbagai tantangan serius yang dihadapi generasi muda saat ini — mulai dari sulitnya lapangan kerja, polarisasi sosial di dunia maya, hingga meningkatnya krisis kesehatan mental.

“Perbedaan pandangan sering menjadi jurang perpecahan di media sosial. Ini tugas kita semua untuk menumbuhkan kembali semangat Persatuan Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika,” tegasnya.

Ia juga menyinggung rendahnya etika digital masyarakat Indonesia. Berdasarkan laporan Microsoft tahun 2022, tingkat kesantunan digital warga Indonesia masih tergolong rendah.

Menurut Haedar, kondisi ini berpotensi menimbulkan krisis moral sebagaimana digambarkan Francis Fukuyama dalam konsep The Great Disruption — guncangan besar dalam nilai dan tatanan sosial.

“Jika tidak diantisipasi, goncangan itu bisa mengikis karakter bangsa dan melemahkan semangat hidup generasi muda,” katanya.

Menutup pesannya, Haedar mengajak pemuda Indonesia untuk meneladani semangat para perintis 1928: bersatu dalam keberagaman, bekerja dengan ilmu, dan hidup dengan akhlak.

“Bangsa ini akan tegak bila anak mudanya berilmu dan beriman. Jadilah generasi penerang, bukan penonton dalam sejarah Indonesia,” pungkasnya.