Jakarta — Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menegaskan bahwa program penilaian kebutuhan korban tindak pidana terorisme merupakan bentuk nyata kehadiran negara dalam memberikan pemulihan menyeluruh bagi para penyintas.
Kasubdit Pemulihan Korban Tindak Pidana Terorisme BNPT, Rahel, mengatakan program tersebut bertujuan memetakan secara detail kebutuhan setiap korban, baik yang bersifat psikososial, medis, maupun peningkatan kesejahteraan.
“Ini menjadi bukti konkret bahwa negara hadir untuk memastikan para penyintas mendapatkan haknya secara adil,” ujar Rahel dalam kegiatan penilaian kebutuhan korban tindak pidana terorisme masa lalu di Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Kamis (23/10).
Ia menjelaskan, hasil penilaian akan disinergikan dengan berbagai pihak terkait agar proses pemulihan korban dapat berjalan tepat sasaran dan berkelanjutan.
Selain itu, BNPT juga mendata kembali korban terorisme masa lalu yang belum memiliki surat penetapan dan belum memperoleh hak pemulihannya. Langkah ini merupakan tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 103/PUU-XXI/2023, yang memperpanjang masa pengajuan surat penetapan hingga 8 Juni 2028.
“Kami berharap para penyintas bisa saling membantu menyebarkan informasi ini kepada rekan-rekan lain yang mungkin belum mengetahui haknya,” tambah Rahel.
BNPT menekankan, upaya pemulihan korban tidak hanya sebatas bantuan material, melainkan juga menyentuh aspek kemanusiaan. Program ini menjadi bagian dari strategi lembaga untuk memperkuat pendekatan humanis dan holistik, agar para korban dapat kembali menjalankan fungsi sosial, ekonomi, dan psikologisnya secara optimal.
Kegiatan tersebut merupakan implementasi dari Peraturan BNPT Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Penilaian Indeks Keberfungsian Korban Tindak Pidana Terorisme yang Mendapatkan Pemulihan. Indeks ini berfungsi sebagai alat ukur untuk menilai sejauh mana korban telah pulih dan mampu beradaptasi kembali di lingkungan sosialnya.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!