Jakarta — Aktivis muda Nahdlatul Ulama (NU), Ahmad Munji, menilai kebijakan kontra-terorisme di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan arah baru yang lebih humanis dan berimbang. Menurutnya, dalam satu tahun kepemimpinannya, Prabowo berupaya menjaga keseimbangan antara ketegasan negara dan rasa aman masyarakat.
“Negara memang harus kuat, tetapi rakyat juga harus merasa aman, bukan diawasi. Pendekatan semacam ini mulai terlihat dalam kebijakan kontra-terorisme saat ini,” kata Munji dikutip dalam tulisan opininya di rm.id, Senin (28/10/2025).
Ia menilai pendekatan yang dilakukan pemerintah melalui koordinasi antara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Densus 88, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Polri kini tidak hanya berfokus pada penindakan, tetapi juga pencegahan melalui edukasi dan pemberdayaan.
Munji menyebut, program deradikalisasi yang dijalankan BNPT telah bertransformasi menjadi pendampingan sosial yang lebih manusiawi, seperti pelatihan kerja, pembinaan keagamaan, dan dukungan ekonomi bagi eks-narapidana terorisme.
“Pesantren juga mulai dilibatkan untuk memperkuat nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin. Ini langkah yang baik karena melibatkan kekuatan sosial dan kultural dalam mencegah ekstremisme,” ujarnya.
Menurut mantan Ketua Cabang NU Turki periode 2018–2022 itu, strategi pemerintah saat ini sejalan dengan nilai-nilai moderasi yang diajarkan ulama, seperti tasamuh (toleransi) dan tawazun (keseimbangan).
“Pemerintah tampaknya memahami bahwa melawan terorisme bukan berarti memusuhi umat, tetapi menyelamatkan umat dari tafsir keagamaan yang menyimpang,” tambahnya.
Munji juga menyoroti kebijakan Presiden Prabowo yang memperkuat peran Kementerian Agama melalui pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren. Menurutnya, kebijakan ini bisa memperkuat peran pesantren dalam membina karakter dan mencegah penyebaran paham radikal di kalangan generasi muda.
“Pesantren berperan penting sebagai benteng moral bangsa. Ketika ekstremisme menyebar lewat media sosial, maka pendidikan karakter dan literasi digital menjadi kunci untuk menangkisnya,” kata Munji.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa tantangan radikalisme di era digital kini lebih halus dan sulit terdeteksi. Karena itu, ia menilai perlu kolaborasi antara pemerintah, tokoh agama, pendidik, dan masyarakat sipil untuk memperkuat nilai toleransi dan kebangsaan.
“Indonesia adalah rumah besar dengan banyak perbedaan. Rumah ini hanya bisa berdiri kokoh kalau kita saling menjaga, bukan saling mencurigai,” ujarnya.
Munji berharap, kebijakan kontra-terorisme yang menempatkan kemanusiaan sebagai pusatnya dapat menjadi fondasi bagi masa depan yang lebih damai.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!