Jakarta Harus Jadi Barometer Kewaspadaan Nasional terhadap Terorisme

Jakarta — Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menegaskan pentingnya memperkuat kewaspadaan dan deteksi dini terhadap potensi ancaman radikalisme dan terorisme di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Sebagai pusat pemerintahan sekaligus simbol nasional, Jakarta dinilai memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga stabilitas keamanan Indonesia.

Direktur Pembinaan Kemampuan BNPT Brigjen Wawan Ridwan menekankan bahwa status Jakarta sebagai kota metropolitan membuat setiap gangguan keamanan di ibu kota berpotensi berdampak luas ke daerah lain.

“Jakarta adalah barometer bagi daerah-daerah lain. Karena itu, kewaspadaan dan deteksi dini di sini harus lebih tinggi dari wilayah lain. Ketika terjadi aksi di Jakarta, dampaknya bisa menjalar ke seluruh Indonesia,” ujar Wawan dalam keterangannya, Kamis (23/10/2025).

Pernyataan itu disampaikan saat membuka Pelatihan Tiga Pilar Kewilayahan dalam Rangka Antisipasi Potensi Radikal Terorisme, yang berlangsung selama tiga hari sejak 21 Oktober di Jakarta. Kegiatan ini melibatkan Bhabinkamtibmas, Babinsa, serta Lurah dan Kepala Desa, guna memperkuat kolaborasi di tingkat akar rumput dalam mencegah penyebaran ideologi kekerasan.

Menurut Wawan, peningkatan kapasitas Tiga Pilar merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, terutama dalam hal kesiapsiagaan aparatur daerah.

“Jakarta harus memiliki kewaspadaan tinggi. Karena itu, peningkatan kemampuan Tiga Pilar menjadi keharusan agar ruang gerak jaringan penyebar ideologi kekerasan semakin sempit, bahkan tertutup,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pusat Kajian Moderasi Beragama, Sholehuddin, menjelaskan bahwa kewaspadaan dini bisa dilakukan melalui tiga pendekatan utama: pemahaman, sikap, dan tindakan.

“Pertama, deteksi dari sisi pemahaman — apakah pemahaman keagamaannya menolak ideologi dan sistem pemerintahan NKRI. Kedua, dari sikapnya — apakah ada kecenderungan anti terhadap pemerintahan, perbedaan, atau budaya lokal. Ketiga, dari tindakannya — apakah pernah melakukan provokasi atau ajakan menolak ideologi negara,” paparnya.

Salah satu peserta pelatihan, Lurah Bojong Sari Baru Adeyasya Aziza, mengapresiasi kegiatan tersebut dan berharap sinergi antar unsur semakin kuat.

“Kami berharap setelah pelatihan ini, kolaborasi antara Bhabinkamtibmas, Babinsa, dan Lurah bisa lebih solid dalam mencegah potensi kegiatan yang berbau ideologi kekerasan di wilayah kami,” tuturnya.