Kolaborasi Pentahelix Jadi Kunci Tangkal Terorisme

Jakarta – Gagasan kolaboratif untuk mencegah radikalisme dan terorisme kembali mengemuka dari dunia akademik Indonesia. Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Dr. Ismail, S.Sos., M.Pem.I, memaparkan konsep “Pentahelix dalam Penanggulangan Terorisme Berbasis Kerukunan dan Toleransi Antarumat Beragama” dalam forum Indonesia Focus Conference 2025 yang digelar Asian Society for Relations and Public Affairs (ASIRPA) di Universitas Vanderbilt, Nashville, Amerika Serikat, Sabtu (11/10/2025).

Dalam paparannya, Dr. Ismail menekankan bahwa menjaga keutuhan bangsa di tengah keberagaman tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, melainkan membutuhkan kerja sama lintas sektor.

“Indonesia memiliki kekayaan budaya dan agama yang luar biasa. Tetapi bila tidak dikelola dengan bijak, potensi itu justru bisa berubah menjadi sumber konflik horizontal,” ujarnya.

Konsep pentahelix yang ia usung menempatkan lima unsur utama—pemerintah, tokoh masyarakat dan agama, akademisi, dunia usaha, serta media massa—sebagai pilar kolaboratif dalam memperkuat kohesi sosial, moderasi beragama, dan literasi kebangsaan.

Menurutnya, strategi pencegahan terorisme yang berbasis pemberdayaan masyarakat akan jauh lebih efektif dibandingkan pendekatan yang bersifat mobilisasi semata.

“Vaksinasi kebangsaan harus dimulai dari transformasi wawasan, penguatan ideologi Pancasila, pelestarian nilai lokal, dan praktik moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari,” tuturnya.

Selain forum ilmiah, konferensi ini juga diikuti dengan kunjungan akademik ke lima negara bagian Amerika Serikat—Los Angeles, Las Vegas, Nashville, Miami, dan New York—sebagai bagian dari upaya memperluas jejaring riset dan memperkenalkan kontribusi pemikiran Indonesia di kancah global.

Dr. Ismail menyampaikan apresiasi kepada ASIRPA dan Universitas Vanderbilt atas undangan yang diberikan. Ia berharap forum seperti ini menjadi ruang bertukar gagasan lintas negara untuk memperkuat peran akademisi Indonesia dalam diplomasi global dan pembangunan berkelanjutan.

“Semoga konferensi ini membuka jalan bagi terwujudnya Indonesia yang lebih inklusif, adil, dan sejahtera,” pungkasnya.