Surabaya — Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus memperkuat kolaborasi antara sekolah dan keluarga dalam upaya mencegah penyebaran paham radikalisme di kalangan anak dan remaja. Langkah ini menjadi bagian dari kerja sama strategis antara Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya dengan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri untuk memperkuat literasi digital dan ketahanan ideologis pelajar.
Kepala Dispendik Kota Surabaya, Yusuf Masruh, menjelaskan bahwa sekolah memegang peran sentral dalam membentuk karakter, moral, dan daya pikir kritis anak-anak agar tidak mudah terpengaruh oleh konten ekstrem di dunia maya.
“Sekolah bukan sekadar tempat belajar akademik. Guru juga bertanggung jawab membangun karakter, moral, agama, dan minat bakat anak-anak agar siap menghadapi masa depan,” ujar Yusuf, Minggu (12/10/2025).
Menurutnya, guru harus terus beradaptasi dengan perubahan zaman dan kemajuan teknologi. Ia menekankan bahwa pendampingan yang aktif jauh lebih efektif daripada larangan total dalam penggunaan gawai.
“Anak-anak jangan hanya dilarang memakai gawai. Mereka perlu diarahkan dan didampingi supaya paham mana yang baik dan mana yang berisiko,” jelasnya.
Yusuf menambahkan, keseimbangan antara peran orang tua di rumah dan guru di sekolah menjadi kunci penting dalam mencegah penyimpangan perilaku maupun paparan paham radikal.
“Anak jangan sampai mengenal dunia luar tapi tidak memahami dunia dalam, yaitu lingkungan keluarga dan sekolahnya sendiri,” katanya.
Dalam konteks pencegahan dini, Yusuf juga mendorong guru agar mampu mendeteksi perubahan perilaku siswa yang bisa mengarah pada radikalisme. Ia menyebut bahwa pelatihan dan pendampingan bagi tenaga pendidik terus dilakukan agar mereka memiliki kepekaan dalam membaca gejala tersebut.
Selain guru, Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di setiap sekolah juga diberi peran penting dalam membangun komunikasi dan empati antar-siswa.
“Satgas PPKS itu harus peka terhadap perubahan perilaku teman-temannya. Mereka bisa jadi garda terdepan dalam pencegahan masalah sosial dan ideologis di sekolah,” ujarnya.
Yusuf menegaskan bahwa pendidikan karakter dan literasi digital adalah dua pilar utama dalam menjaga anak-anak agar tetap berpikir kritis dan berakhlak di era teknologi.
“Sebagai guru, tidak boleh lelah dan tidak boleh menyerah. Kita harus terus memberikan yang terbaik bagi anak-anak,” pungkasnya.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!