Jakarta – Fenomena keterlibatan anak dalam jaringan terorisme menjadi perhatian serius. Untuk menjawab tantangan ini, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) menyelenggarakan pelatihan peningkatan kapasitas di Bali, 23–26 September 2025.
Deputi Bidang Kerja Sama Internasional BNPT, Andika Chrisnayudhanto, menegaskan bahwa perlindungan anak dari pengaruh kelompok teroris membutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif. Tidak cukup hanya menekankan aspek keamanan, tetapi juga pemulihan psikologis serta reintegrasi sosial.
“Melalui pelatihan ini, kita melakukan evaluasi dan memperbarui kebijakan penanganan anak yang terasosiasi dengan kelompok teror. Tujuannya agar rehabilitasi dan reintegrasi bisa berjalan lebih efektif,” jelas Andika.
Dukungan internasional juga hadir lewat UNODC. Pimpinan UNODC untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Anak, Alexandra Martins, menilai kerja sama ini sebagai bentuk komitmen global dalam melindungi generasi muda Indonesia.
“Personel BNPT perlu dibekali keterampilan khusus untuk menghadapi situasi kompleks ketika berhadapan dengan anak-anak terdampak ekstremisme. Pendekatan yang digunakan harus humanis, tetapi tetap memperhatikan aspek keamanan,” kata Alexandra.
Bagi peserta pelatihan, pengalaman ini dianggap penting untuk praktik di lapangan. Bara Lintar, salah seorang peserta, menekankan bahwa materi yang disampaikan membekali petugas menjadi garda terdepan dalam memberikan rasa aman.
“Jika anak menunjukkan tanda trauma, petugas harus siap menjadi orang pertama yang menenangkan mereka, sebelum proses pemulihan dan reintegrasi ke keluarga serta masyarakat,” ungkapnya.
Kegiatan ini diharapkan tidak hanya memperkuat kapasitas individu, tetapi juga membangun sistem perlindungan anak yang lebih kokoh di Indonesia. Dengan begitu, ancaman regenerasi terorisme dapat dicegah sejak dini.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!