Persepsi ketidakadilan merupakan salah satu penyebab utama radikalisme, disamping juga pemahaman agama yang dangkal dan ketidakpedulian pada sesama. Demikian disampaikan oleh Deputi 1 bidang pencegahan, perlindungan, dan deradikalisasi BNPT, Mayjen TNI Agus Surya Bakti dalam paparannya di hadapan ratusan kemunitasd pemuda pegiat dunai maya di Provinsi Aceh hari ini (selasa, 29 september 2015). “padahal tuntunan agama adalah rahmatan lil alamin, menjadi kebaikan untuk semua. Bukan saja manusia, tapi seluruh alam semesta,” lanjutnya.
Dalam pemaparannya, jenderal bintang dua tersebut juga menjelaskan bahwa radikalisme dan terorisme telah menggunakan dunia maya untuk menyebarkan pandangan-pandangan penuh kekerasan. namun, kelompok radikal-terorisme ini bersembunyi dibalik teknologi, “Mereka pengecut, tidak berani ngaku jati dirinya,” ungkapnya. Ia juga meyakinkan ratusan peserta workshop untuk tidak pernah takut membela NKRI, karena Indonesia adalah kita.
Pada sesi Tanya jawab, salah seorang peserta membandingkan penanganan terorisme di Tiongkok, dimana pemerintah setempat sangat tegas terhadap potensi penyebaran paham kekerasan, terutama di dunia maya. Sementara perwakilan standup comedy Aceh lebih menekankan pada pentingnya perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat, karena kondisi yang serba kekurangan.
Menanggapi statemen para peserta, deputi 1 BNPT menyatakan bahwa Tiongkok memang keras dalam menangani isu terorisme, “di sana orang demonstrasi dilindes tank, tapi apakah masalahnya selesai?.” “Cara kita menangani terorisme berbeda, kita mengedepankan pendekatan soft approach,” jelasnya. Ia juga mengakui bahwa penanggulangan radikalisme dan terorisme tidak mudah, karena keduanya selalu membawa-bawa isu agama, sementara isu agama selalu sensitif.
Ia melanjutkan bahwa kekurangan, termasuk ekonomi, pemahaman agama, dll merupakan persemaian untuk perkembangan radikalisme dan terorisme. Hal itu dimanfaatkan oleh kelompok terorisme, seperti ISIS, yang memanfaatkan kondisi serba kekurangan tersebut untuk menebar janji-janji palsu agar masyarakat bersedia bergabung dengan mereka. “ISIS janji akan memberi gaji seratus juta sebulan, banyak orang yang tertipu. Mereka jual sawah untuk beli tiket ke Suriah, ternyata ketika sudah sampai di sana, mereka malah sengsara,” jelasnya.
Tentang berkembangnya bulletin yang menyebar paham radikal dan terorisme, ia menyatakan bahwa menangkap orang-orang yang membuat bulletin bukanlah hal yang tepat, “Kita imbangi isi bulletin tersebut dengan tulisan-tulisan yang lebih mencerdaskan dan mencerahkan,” tutupnya.