Penting Lindungi Anak dari Bahaya Intoleransi dan Radikalisme di Era Digital

Palu — Guru Besar sekaligus Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Prof. Lukman Thahir, menekankan pentingnya melindungi anak-anak dari bahaya intoleransi dan radikalisme, terutama di tengah derasnya arus informasi digital yang rawan disalahgunakan oleh kelompok ekstrem.

Menurutnya, peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025 harus menjadi momentum kolektif untuk memperkuat kesadaran global serta membangun kolaborasi lintas sektor dalam menjamin hak-hak dasar anak, termasuk hak atas rasa aman dari paparan ideologi kekerasan.

“Anak adalah aset bangsa yang harus tumbuh dalam lingkungan yang aman dan sehat, baik secara psikologis maupun ideologis. Perlindungan dari radikalisme merupakan bagian dari pemenuhan hak dasar mereka,” ujar Lukman di Palu, Selasa (22/7/2025).

Ia menilai tema HAN 2025, “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045,” sangat relevan dengan upaya membentengi generasi muda dari ideologi yang mengancam kerukunan nasional. Hanya melalui perlindungan dan pemenuhan hak secara optimal, anak-anak Indonesia dapat tumbuh menjadi pribadi hebat yang siap memimpin bangsa di masa depan.

Lukman juga menyebut bahwa perlindungan anak selaras dengan Asta Cita Presiden RI Prabowo Subianto, khususnya pada poin penguatan ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia.

“Pendidikan tentang toleransi, budaya damai, dan harmoni perlu ditanamkan sejak dini. Semua pihak — keluarga, sekolah, hingga pemerintah — harus bersinergi menciptakan ekosistem yang aman dari infiltrasi radikalisme, termasuk di dunia maya,” tegasnya.

Sebagai pakar filsafat agama, Lukman menyoroti bahwa anak-anak dan remaja Generasi Z merupakan kelompok paling rentan terpapar, karena keseharian mereka sangat dekat dengan dunia digital. Ia merujuk pada riset BNPT tahun 2023 yang menyebutkan tiga kelompok paling rawan terpapar radikalisme: perempuan, anak-anak, serta remaja berusia 11–26 tahun yang aktif di media sosial.

“Tanpa pengawasan dan edukasi yang kuat, internet bisa menjadi ladang subur bagi radikalisme,” tandasnya.

Sepanjang 2024, BNPT dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah memblokir lebih dari 180 ribu konten bermuatan intoleransi, ekstremisme, dan terorisme di ruang digital. Sebagian besar berasal dari propaganda kelompok teror seperti ISIS, HTI, dan JAD yang menargetkan generasi muda melalui narasi kekerasan keagamaan.

Lukman mengapresiasi langkah proaktif kedua lembaga tersebut, dan berharap keberhasilan mereka dapat menginspirasi institusi lain untuk turut memperkuat pencegahan radikalisme secara menyeluruh.

“Kolaborasi dan konsistensi adalah kunci. Semoga semakin banyak pihak yang tergerak untuk melindungi anak-anak kita dari bahaya laten radikalisme, baik di dunia nyata maupun digital,” pungkasnya.