Semarang – Di balik jeruji besi Lembaga Pemasyarakatan Semarang, sebuah babak baru dimulai bagi seorang narapidana tindak pidana terorisme berinisial T (65). Lelaki yang pernah menjadi salah satu pendiri Jamaah Islamiyah itu, dengan suara mantap dan mata berkaca-kaca, menyatakan ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ikrar itu bukan sekadar formalitas. Bagi T, yang telah menjalani hukuman sejak 2003 dan menghabiskan hampir empat tahun terakhir di Lapas Semarang, ikrar tersebut adalah simbol dari perjalanan panjang penyesalan, pemahaman ulang, dan komitmen untuk meninggalkan jalan kekerasan.
“Saya menyesal, dan saya minta maaf kepada semua pihak, terutama para korban. Saya sadar telah melakukan kesalahan besar,” ucap T dengan nada tulus, sebagaimana disampaikan oleh pihak lapas, Rabu (23/7).
Kepala Bidang Pembimbing Kemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Jawa Tengah, Muhamad Susanni, mengatakan bahwa ikrar setia ini adalah langkah awal menuju rekonsiliasi, pemulihan, dan reintegrasi. Ia menegaskan bahwa negara selalu membuka pintu bagi siapa pun yang ingin kembali ke pelukan tanah air.
“Ikrar ini menunjukkan tekad tulus seorang warga binaan untuk meninggalkan kekerasan dan memilih jalan damai. Ini bukan akhir, tapi awal dari proses kembali menjadi warga negara yang utuh,” ujar Susanni.
Menurutnya, proses deradikalisasi seperti ini harus didukung oleh seluruh elemen masyarakat. Ia mengajak semua pihak untuk memberikan ruang dan kesempatan bagi para mantan narapidana terorisme yang telah menyatakan tobat dan berkomitmen untuk hidup damai.
T sebelumnya menjalani hukuman di Rutan Depok sebelum dipindahkan ke Semarang. Selama di Lapas Semarang, ia mengikuti berbagai program pembinaan dan deradikalisasi. Ikrar setia yang diucapkannya hari ini menjadi puncak dari proses panjang itu—proses yang tak hanya menyentuh logika, tetapi juga nurani.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!