Keberadaan Pesantren Sangat Penting untuk Membentengi Santrinya dalam Menangkal Penyebaran Paham Radikalisme Terorisme

Bogor – Keberadaan Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang memiliki basis massa dan pengaruh yang besar di tengah masyarakat, berperan penting dalam membentengi para santri dari paham-paham menyimpang yang mengatasnamakan agama seperti penyebaran bahaya paham radikalisme dan terorisme.

Hal tersebut dikatakan Kasubdit Kontra Propaganda Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI), Kolonel Cpl. Hendro Wicaksono, SH, M. Krim., saat menjai narasumber pada acara Penyuluhan Peningkatan Kewaspadaan Terhadap Bahaya Radikal Terorisme yang diselengarakan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Bogor.

Acara yang dihadiri tidak kurang sebanyak 100 orang pemilik, pengasuh ataupun pengurus Pondok Pesantren se-Kabupaten Bogor ini diselenggarakan di Hotel Teratai, Cisarua, Kab. Bogor pada Selasa (8/7/2025)

“Tentuya keberadaan Pesantren ini menjadi ujung tombak dalam membentengi para santrinya dalam menangkal penyebaran paham radikalisme yang ada di wilayah Kabupaten Bogor. Bapak-bapak dan para santrinya ini tentu menjadi mitra strategis kami dalam menangkal paham radikal terorisme yang mengatasnamakan agama,” ujar Kolonel Hendro Wicaksono.

Hal ini menurutnya, selain sebagai pusat ilmu keagamaan,  Pondok Pesantren ini adalah lembaga pendidikan yang sangat strategis dalam membentuk karakter dan akhlak generasi muda bangsa. Dan adanya pesantren ini juga menjadi benteng moral dan ideologis dalam menjaga nilai-nilai kebangsaan.

“Tetapi harus kita ketahui bersama bahwa di tengah perkembangan zaman dan derasnya arus informasi, kita semua menyadari bahwa tantangan terhadap dunia pesantren juga semakin kompleks. Paham radikal yang menyimpang dari nilai-nilai ideologi kerap menyusup melalui berbagai jalur, baik itu melalui media sosial atau dunia maya, literatur asing, hingga perekrutan yang terselubung,” ucap alumni Akmil tahun 1996 ini.

Perwira menengah yang pernah menjabat sebagai Kasi Penggalangan BNPT ini menjelakan bahwa, banyak rang yang terpapar paham radikalisme dan terorisme ini dikarenakan beberapa hal, diantaranya seperti pertama yaitu kosong otak, kedua adalah kosong hati dan yang ketiga karena kosong perut.

“Kosong otak itu tidak adanya wawasan kebangsaan dan wawasan keagamaan, lalu kosong hati itu kurang menghargai adanya perbedaan yang ada di Indonesia iniserta kurang bersosialisasi dan kosong perut itu karena permasalahan terhadap kemiskinan,” ujarnya

Mantan Wakapaldam XVI/Pattimura ini mengingatkan bahwa yang harus dipahami Masyarakat bangsa ini adalah Negara Indonesia ini adalah negara yang sangat unik di dunia. Karena Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau, 300 kelompok etnik, 1.340 suku, lebih dari 600 bahasa daerah dan lebih dari 100 kelompok penghayat kepercayaan.

“Dimana semua perbedaan yang ada tersebut disatukan dalam wadah Pancasila yang menjadi ideologi bangsa ini. Untuk itu ideologi Pancasila sangat diperlukan negeri ini untuk menyatukan pemahaman agar tidak terpapar bahaya paham radikal terorisme,” ucapnya.

Dirinya juga mengingatkan kepada para pengurus pesantren yang hadir ini untuk dapat memahami dan dapat membedakan antara ideologi Pancasila yang dimiliki bangsa Indonesia ini dengan ideologi yang lain. Ideologi yang ada di dunia itu ada banyak, tetapi ideologi yang asli dari Indonesia adalah Pancasila.

“Karena Pancasila ini dirumuskan oleh para faunding father bangsa ini. Untuk itu kami menitip pesan kepada bapak-bapak pengasuh pesantren agar menguatkan wawasan kebangsaan dan menguatkan ideologi Pancasila kepada para santrinya,” ujar mangtan Kasi Bina Masyarakat BNPT RI ini.

Dirinya juga mengatakan bahwa terorisme itu tidak identik dengan Islam yang selama ini di framing bahwa Islam itu teroris. Pelaku tindakan teroris itu di setiap negara berbeda. Di Arab Saudi pelaku terorisme itu adalah orang yang melawan raja. Di Filipina pelaku terorisme dari umat Katholik. Di India pelaku terorisme beragama Hindu.

“Berhubung Indonesia ini mayoritas Islam, jadi pelaku terorismenya kebanyakan beragama Islam. Kami punya binaan di Tentena, Sulawesi Tengah yang mana mitra binaan kami sebanyak 19 orang mantan napi terorisme itu beragama Nasrani,” ucapnya.

Dirinya juga mengatakan kalau sekarang ini pelaku terorisme itu tidak dilakukan oleh kaum laki laki saja. Dimana kelompok radikal terorisme ini secara masif masih melakukan penyebaran paham-pahamnya, tidak terkecuali terhadap kaum perempuan ,remaja dan anak anak.

“Karena saat Ini yang menjadi kelompok yang paling rentan untuk mudah disusupi paham radikal terorisme adalah kaum perempuan, remaja dan anak-anak. Kaum perempuan selama ini mungkin juga banyak yang melihat kajian-kajian melalui internet. Bukan berarti aman, justru dari situ kadang mereka kalau tidak tahu justru akan salah jika melihat konten-konten yang dapat menyebarkan paham-paham radikal terorisme. Paham radikal terus melalui internet ini sangat masif sekali termasuk penyebaran ujaran kebencian, berita bohong, adu domba dan sebagainya,” ujarnya.

Dirinya juga mengatakan kalau jaman dahulu berbeda dengan jaman sekarang. Jaman dahulu sekitar 20 tahun yang lalu tidak ada internet. Dimana jaman dahulu kalau anak kita keluar rumah kita selalu was-was.  Tetapi jaman sekarang kalau anak kita tidak keluar rumah, terlihat ada di kamar bukan berarti aman.

“Karena kemajuan teknologi, kita tidak mengetahui apa yang dibaca anak kita di kamar melalui internet. Jangan sampai anak kita terpapar paham radikal terorisme melalui internet. Untuk itu perlu adanya peran dari pimpinan pondok pesantren dalam memberikan pemahaman bagi santri-santrinya termasuk pemahaman terkait pentingnya bahaya radikalisme, terorisme dan Pengamalan ideologi Pancasila,” ujarnya.

Dalam hal ini BNPT juga ada program yaitu keberadaan Duta Damai Santri yang saat ini masih ada di dua provinsi yakni Jaw Tengah dan Jawa Timur. “Semoga kedepannya kita juga bisa membentuk Duta Damai Santri di Jawa Barat dan provinsi lainnya, sebagai upaya untuk menebarkan pesan perdamaian dalam melawan penyebaran paham radikalisme dan terorisme di kalangan santri,” ujanya mengakhiri.

Acara ini juga dihadiri Kepala Bakesbangpol Provinsi Jawa Barat , Drs. Wahyu Mijaya, S.H., M.Si., yang juga bertindak sebagai narasumber ini juga mengatakan hal yang sama dengan Kasubdit Kontra Propaganda BNPT yang mengatakan bahwa  Indonesia ini memiliki lebih dari 700 bahasa daerah, 6 agama, terdapat 187 aliran kepercayaan, 1.357 suku bangsa.

“Ini tentunya menjadi kekuatan bangsa ini dibandingkan negara lain yang terdiri dari satu agama, satu suku bangsa malah dilanda peperangan. Kekuatan yang dimiliki bangsa ini dengan bermacam-macam keberagaman itu harus dijaga agar bangsa ini tetap Bersatu,” ujar pria yang pernah menjadi Penjabat Bupati Cirebon ini. 

Mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat ini mengatakan kalau  di tahun 2045 mendatang Indonesia diprediksi menjadi Ekonomi terkuat ke-4 di dunia. Tapi syaratnya ada keuangan negara yang sehat, kepastian hukum, kualitas SDM dan stabilitas keamanan yang kuat. Untuk itu dirinya meminta agar Generasi muda bangsa ini harus dijaga. Oleh karena itu pesantren harus bisa membimbing para santri-santrinya dengan baik.

“Kami titip kepada para Kyai untuk membangun karakter, religinya kepada para siswa siswi, santrinya  menjadi sangat penting. Karena persaingan ke depan bukan antara teman sendiri. Persaingan generasi muda bangsa ini menjadi persaingan dengan suluruh dunia. Generasi muda kita harus dipersiapkan dari sekarang,” ujar Wahyu Mijaya mengakhiri.