Singapura — Di hadapan tokoh-tokoh lintas agama dan bangsa dalam forum International Conference on Cohesive Societies (ICCS) 2025, Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, menyerukan pentingnya menjadikan Pancasila dan diplomasi agama sebagai model global dalam merawat kerukunan di tengah dunia yang kian terfragmentasi.
Dalam pidato kuncinya, Nasaruddin menegaskan bahwa Pancasila bukan hanya milik Indonesia, melainkan sebuah warisan nilai-nilai universal yang menawarkan jalan rasional dan inklusif dalam membangun masyarakat yang majemuk dan damai.
“Pancasila menawarkan konsep yang rasional untuk menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa serta menjadi role model kerukunan dunia,” ujar Menag dikutip dari laman resmi Kemenag RI, Kamis (26/6/2025).
Ia menyampaikan bahwa keberagaman yang dimiliki Indonesia bukan penghalang, tetapi kekuatan utama yang telah menempa bangsa ini sejak awal kemerdekaan. Di tengah dinamika suku, adat, bahasa, dan agama, Indonesia tetap berdiri sebagai simbol “unity in diversity” — berbeda-beda namun tetap satu jua.
“Keberagaman kita adalah kekuatan. Inilah yang membuat Indonesia dihormati di panggung dunia,” lanjut Nasaruddin dengan penuh keyakinan.
Dalam konteks global saat ini yang tengah dilanda konflik identitas, krisis solidaritas, dan ekstremisme ideologis, Nasaruddin mendorong pendekatan diplomasi agama sebagai cara yang lebih menyentuh dan menjembatani kemanusiaan.
“Bahasa agama adalah bahasa hati. Ia mampu menembus sekat ideologi dan keyakinan. Diplomasi agama adalah jembatan bagi nilai-nilai kemanusiaan universal,” tuturnya.
Sebagai bentuk nyata dari kontribusi Indonesia di kancah global, Menag juga menyinggung Deklarasi Istiqlal — sebuah inisiatif spiritual yang lahir dari masjid terbesar di Asia Tenggara. Deklarasi ini, menurutnya, adalah respon terhadap dua tantangan utama dunia: dehumanisasi dan krisis iklim.
Ia bahkan mengungkapkan bahwa Vatikan turut memberi kontribusi dalam rumusan deklarasi tersebut dengan menyisipkan nilai-nilai Pancasila, menunjukkan bahwa kolaborasi lintas iman bukan hanya mungkin, tetapi niscaya.
“Deklarasi Istiqlal mencerminkan harmoni antara nilai agama, Bhinneka Tunggal Ika, dan falsafah kebangsaan kita,” jelasnya.
Mengakhiri pidatonya, Nasaruddin mengajak dunia untuk belajar dari Indonesia — dari dialog yang hidup dalam keberagaman, dan dari jalan tengah yang dirawat dengan sabar dan cinta kasih.
“Jika dunia ingin damai, maka belajarlah dari cara Indonesia memeluk perbedaan,” tutupnya.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!