Indonesia Tegas Tolak Kepulangan Hambali: “Status WNI Gugur, Serahkanke Hukum AS”

Jakarta — Pemerintah Indonesia secara tegas menyatakan tidak akan
mengizinkan Encep Nurjaman alias Hambali, tersangka kasus terorisme
kelas berat yang saat ini ditahan di Penjara Guantanamo, Kuba, untuk
kembali ke Tanah Air apabila kelak dibebaskan oleh otoritas Amerika
Serikat.

Penegasan itu disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang
Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) RI,
Yusril Ihza Mahendra, dalam konferensi pers usai menerima kunjungan
kehormatan Duta Besar Australia untuk Indonesia, Rod Brazier, di
Jakarta pada Kamis (12/6/2025).

Yusril menyatakan bahwa hingga saat ini status kewarganegaraan Hambali
belum bisa dipastikan secara sah. Hambali diketahui ditangkap tanpa
membawa paspor atau dokumen resmi keimigrasian Indonesia.

“Secara hukum, jika seseorang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan
Indonesia, maka status WNI-nya dianggap gugur. Karena itu, Pemerintah
Indonesia menyerahkan sepenuhnya proses hukum Hambali kepada otoritas
Amerika Serikat,” ujar Yusril.

Yusril menjelaskan bahwa Indonesia mengedepankan pendekatan
kemanusiaan dalam menangani pengungsi, namun tetap berpegang pada
prinsip hukum internasional dan batas kapasitas negara.

“Kami terus bekerja sama dengan UNHCR dan lembaga-lembaga kemanusiaan
internasional untuk menangani pengungsi dengan cara yang adil dan
manusiawi. Namun, perlu dipahami bahwa Indonesia bukan negara pihak
Konvensi 1951 tentang Pengungsi, sehingga pendekatan kami tetap
bersifat sukarela dan dalam batas kemampuan nasional,” tegasnya.

Hambali dikenal sebagai salah satu tokoh teroris paling dicari di Asia
Tenggara pada awal 2000-an. Ia merupakan salah satu pemimpin kelompok
Jemaah Islamiyah (JI), yang diduga kuat menjadi otak serangan teror
bom di berbagai gereja di 13 kota Indonesia pada malam Natal tahun
2000. Ia juga dianggap sebagai arsitek utama serangan Bom Bali 2002
yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga negara Australia.

Dubes Australia, Rod Brazier, menyampaikan apresiasinya atas
keterbukaan dan ketegasan pemerintah Indonesia dalam menyikapi kasus
Hambali. Namun ia juga menyoroti bahwa kasus ini tetap menyimpan luka
mendalam, terutama bagi keluarga para korban serangan teror.

“Australia menghargai pendekatan pemerintah Indonesia dalam penanganan
kasus yang kompleks dan sensitif seperti ini. Kami juga belajar banyak
dari pengalaman Indonesia menangani kasus Bali Nine, yang menjadi
pelajaran penting tentang keadilan dan reintegrasi,” kata Brazier.

Dalam pertemuan tersebut, selain membahas isu keamanan dan terorisme,
Brazier juga menyinggung situasi para pengungsi etnis Rohingya asal
Myanmar yang berada di wilayah Indonesia, khususnya di Aceh. Ia
meminta penjelasan mengenai pendekatan yang ditempuh

Pertemuan ini mencerminkan hubungan bilateral yang terus terjalin erat
antara Indonesia dan Australia dalam bidang keamanan, penegakan hukum,
serta isu-isu kemanusiaan yang terus menjadi perhatian bersama.