Pakar Terorisme: Pendekatan Militer Saja Tak Cukup, Kolaborasi Jadi Kunci Cegah Radikalisme

Yogyakarta – Menghadapi ancaman terorisme tidak bisa hanya
mengandalkan kekuatan militer. Demikian disampaikan Greg Barton,
Rektor Deakin Lancaster University sekaligus pakar terorisme
internasional, saat menjadi pembicara di Universitas Nahdlatul Ulama
(UNU) Yogyakarta, Rabu (4/6/2025).

Menurut Barton, pemberantasan terorisme yang efektif justru
membutuhkan pendekatan yang lebih menyeluruh dan kolaboratif.
“Mengatasi aksi terorisme hanya dengan pendekatan militer tidak akan
menyelesaikan masalah,” ujarnya.

Ia menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat sipil, lembaga
pendidikan, dan tokoh-tokoh agama dalam mencegah penyebaran paham
radikal yang bisa berkembang menjadi aksi teror. “Polri perlu bekerja
sama dengan masyarakat dan organisasi civil society seperti Nahdlatul
Ulama,” lanjutnya.

Senada dengan itu, Pelaksana Harian Rektor UNU Yogyakarta, Suhadi
Cholil, menyampaikan bahwa dalam dua tahun terakhir tidak ditemukan
aksi teror di Indonesia. Namun, ia mengingatkan bahwa nihilnya aksi
bukan berarti ideologi terorisme telah lenyap.

“Sejak 2018 angka aksi teror memang tinggi, tapi pada 2023 dan 2024
tercatat nol kasus. Semoga kondisi ini bisa terus dipertahankan di
2025,” katanya.

Suhadi menegaskan, meskipun serangan fisik dapat dicegah, ideologi
ekstremis tetap berpotensi berkembang di tengah masyarakat. Karena
itu, upaya pencegahan harus terus dilakukan secara berkelanjutan.

“Gagasan terorisme tidak serta-merta hilang meski aksinya bisa
diprevensi,” tegasnya.

Sebagai kampus di bawah naungan Nahdlatul Ulama, organisasi Islam
terbesar di Indonesia yang dikenal moderat dan toleran, UNU Yogyakarta
menyatakan kesiapan untuk menjadi mitra strategis dalam upaya
pencegahan radikalisme. “Kami siap berkolaborasi dengan berbagai pihak
untuk menjaga keberagaman dan kedamaian bangsa,” pungkas Suhadi.