Makassar – Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan menginisiasi
pertemuan korban atau penyintas dan keluarga pelaku bom bunuh diri di
Gereja Katedral Makassar di Rumah Moderasi Kota Makassar, Sulawesi
Selatan, pada Minggu (1/6/2025). Suasana haru terjadi saat kedua
belah pihak bertemu. Tidak ada dendam yang ada ucapan saling memaafkan
dan berdamai.
Pada pertemuan itu, Valeria dan Karina, dua penyintas tragedi bom
bunuh diri di Gereja Katolik Katedral Makassar yang terjadi pada 28
Maret 2021, mewakili penyintas lainnya. Valeria dan Karina terlihat
berdiri berdampingan. Di hadapan mereka, berdiri keluarga pelaku
pengeboman.
Di antara mereka ada Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Pol Rusdi Hartono
yang menyaksikan langsung momen yang tak biasa itu. Di Minggu siang
yang mendung itu, Valeria dan Karina memilih memaafkan.
“Saya rasa senang dan bisa berdamai dengan mereka walaupun
menyakitkan,” kata Valeria dikutip dari suara.com.
“Kami memaafkan. Ini akan jadi awal silaturahmi kami dengan yang
lain,” ucap Karina menambahkan.
Rekonsiliasi ini tidak terjadi begitu saja, tapi melalui proses
penyembuhan fisik dan batin yang panjang dan menyakitkan. Valeria dan
Karina masih mengingat jelas detik-detik kejadian yang telah mengubah
hidup mereka.
“Kami baru saja keluar dari gereja setelah mengikuti misa. Jarak saya
hanya sekitar satu setengah meter dari titik ledakan,” kenangnya
dengan nada bergetar.
Valeria dan Karina mengalami luka bakar cukup serius. Bekas luka itu
masih tampak jelas di tubuhnya hingga kini.
“Walaupun menyakitkan, kami memilih untuk berdamai,” tambah Valeria
Kini, Valeria dan Karina bekerja sebagai perawat di RS Bhayangkara,
tempat yang juga menjadi bagian dari pemulihan medis dan mental
mereka.
“Puji Tuhan, setidaknya ada rehabilitasi untuk keluarga pelaku dan
juga untuk eks napiter. Rehabilitasi ini bisa membangun mental mereka
supaya tidak terjadi lagi kejadian seperti sebelumnya,” harapnya.
Keduanya tahu bahwa memaafkan bukan berarti melupakan, tapi memberi
ruang bahwa siapa pun bisa layak mendapat kesempatan untuk menjadi
lebih baik. Valeria pun melihat ini sebagai peluang untuk mencegah
tragedi yang sama terulang
“Saya dari korban berharap mereka bisa membangun hidup baru. Karena
kalau tidak ada proses penyembuhan mental, bisa terulang lagi,”
katanya.
Pertemuan itu bukan hanya simbol. Akan tetapi perwujudan nyata dari
proses rekonsiliasi antara korban dan keluarga pelaku terorisme.
Kapolda Sulsel Irjen Pol Rusdi Hartono menegaskan, pertemuan ini
adalah bagian dari upaya serius membangun ruang rekonsiliasi yang
nyata. Bukan hanya seremoni.
“Mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan itu salah. Kesadaran ini
kita tampung dalam kegiatan positif, terutama di bidang ekonomi,”
jelasnya.
Upaya itu difokuskan lewat pendirian Rumah Moderasi, sebuah yayasan
yang dibentuk untuk memberdayakan eks napiter secara ekonomi. Mereka
didorong membuka usaha seperti kuliner, produksi kerajinan, hingga
pelatihan kewirausahaan.
“Kita tetap rangkul mereka, karena mereka saudara, anak bangsa.
Bersama-sama kita ingin Indonesia Emas 2045 bisa diraih,” tambah
Rusdi.
Kapolda menyebut bahwa rekonsiliasi ini tidak hanya mempertemukan
korban dan pelaku, tapi juga membuka jalan agar kedua belah pihak
dapat kembali menjalani hidup yang lebih baik.
Yang menyentuh, di akhir pertemuan itu bukan hanya pelukan yang
terjadi, tapi juga rencana-rencana kecil yang dimulai. Seperti,
program pemberdayaan akan terus berjalan. Korban juga akan tetap
didampingi dan eks pelaku diberi kesempatan.
“Ketika kita bicara soal bangsa, bukan hanya tugas kepolisian. Ini
soal kita semua. Kalau kita bisa bangun kebersamaan, masalah eks
napiter akan punya jalan keluar,” tegas Kapolda.
Ia menambahkan, momen ini juga sekaligus memperingati Hari Kesaktian
Pancasila. Bagi Rusdi, langkah ini bukan hanya bentuk cinta pada tanah
air, tapi pembuktian bahwa ideologi bangsa bisa menyatukan bahkan
mereka yang pernah berseberangan secara tragis.
Yayasan Rumah Moderasi yang dibentuk Polisi ini diketuai oleh Suryadi,
eks napiter yang kini justru menjadi garda depan pembinaan
teman-temannya.
“Kalau tidak ada pendampingan dari kepolisian, mungkin kami masih
gila-gila di luar,” ucapnya terus terang.
Suryadi menyebut bahwa yayasan ini tak hanya fokus pada ekonomi,
tetapi juga edukasi. Saat ini sudah ada puluhan orang yang
diberdayakan.
“Sekarang kami buka usaha. Di sini ada 82 eks napiter yang kami
dampingi. InsyaAllah bisa 100. Ke depan, kami ingin bangun sekolah
untuk anak-anak eks napiter. Supaya mereka juga punya masa depan,”
tandasnya.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!