Jakarta — Suriah tengah melakukan proses transisi pemerintahan pasca
tumbangnya Presiden Bashar Al-Asaad oleh kelompok pemberontak Hayat
Tahrir al-Sham (HTS). Dikhawatirkan dalam proses ini akan dimanfaatkan
kelompok teroris yang masih banyak bergentayangan di Suriah, untuk
memperkuat eksistensinya.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pun terus memantau
perkembangan di Suriah pasca tumbangnya rezim Bashar al-Assad,
utamanya terkait kebangkitan kelompok yang mulai bertransformasi.
Direktur Kerja Sama Bilateral BNPT, Brigjen Pol Kris Erlangga Aji
Widjaya mengatakan walaupun HTS menunjukkan upaya moderasi, menurutnya
kewaspadaan tetap harus ditingkatkan untuk mencegah penyebaran
ideologi radikal ke Indonesia.
“Sekarang mereka mencoba merubah bentuk, bertransformasi menjadi lebih
moderat, mungkin kita juga bisa melihat seperti di Afghanistan dengan
Taliban. Ini yang harus kita cermati bersama hingga saat nanti,” kata
Kris, Selasa (17/12/ 2024).
Kris mengatakan, salah satu kelompok afiliasi HTS, Jabhat al Nusra,
terkait dengan al-Qaeda dan masih tercatat dalam daftar terorisme
global PBB. Kelompok ini juga masuk dalam Daftar Terduga Teroris dan
Organisasi Teroris (DTTOT) di Indonesia. BNPT menegaskan bahwa langkah
preventif menjadi kunci dalam menghadapi perubahan dinamika kelompok
ini.
“.Saat ini Jabhat al Nusra yang terafiliasi HTS masih tercatat dalam
list terorisme global di PBB. Di kita sendiri, ini masih masuk dalam
Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT),” tambahnya.
Lebih lanjut, Kris menjelaskan bahwa pemerintah terus memantau
perkembangan situasi di Suriah sambil mengupayakan perlindungan
terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) yang masih tertahan di sana.
Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri, terdapat lebih dari 1.000
WNI yang sempat berada di Suriah.
“Kemarin yang sudah dievakuasi ada 67 orang, dan saat ini menunggu ada
sekitar 84 orang. Artinya, jumlah itu sangat jauh dari angka seribuan
tadi,” jelasnya.
Kris menekankan bahwa perkembangan positif di Suriah seperti
membaiknya ekonomi dan kembali beroperasinya fasilitas publik, dapat
menjadi indikasi pemulihan. Namun, ia menegaskan pentingnya pendekatan
wait and see sembari terus berfokus pada upaya perlindungan dan
pemantauan.
“Pemerintah Republik Indonesia menunggu bagaimana perkembangan yang
terjadi di sana, sambil juga menyerukan agar pemerintahan transisi dan
faksi-faksi di sana segera memulihkan situasi, membangun
perekonomiannya, dan menjadi satu negara yang inklusif serta
menghargai HAM,” ujar dia.
Dengan pendekatan proaktif dan kerja sama internasional, BNPT terus
berupaya menjaga keamanan dalam negeri sekaligus melindungi
kepentingan warga negara Indonesia di tengah tantangan terorisme
global yang dinamis.