Palembang – Warisan budaya harus dipertahankan dengan cara melindungi,
mengembangkan, dan memanfaatkannya. Karena itu, generasi sekarang
sebagai pewaris budaya, wajib memiliki kepedulian dalam merawat
warisan budaya.
“Tugas kita sebagai pewaris warisan budaya, harus terus
mempertahankannya dengan cara melindungi, mengembangkan dan
memanfaatkannya, sehingga warisan budaya tersebut tetap update atau
sesuai dengan zamannya, yang bermanfaat untuk masyarakat luas, dan
Insyaallah menambah kesejahteraan bagi masyarakat,” kata Kristanto
Januardi, M.M., Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan [BPK] Wilayah VI
Sumatera Selatan.
Hal itu diungkapkan Kristano pada acara Pemutaran dan Diskusi Video
Art Sastra Tutur Bersenandung di Perahu Kajang oleh Teater Polot di
kampus Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri [UIN]Raden Fatah Palembang, awal pekan lalu.
Pernyataan Kristanto itu bukan hanya ditunjukkan kepada puluhan
mahasiswa dan dosen yang menghadiri acara tersebut, juga kepada
seluruh masyarakat Sumatera Selatan.
Kristanto menjelaskan jika saat ini sudah 50 Warisan Budaya Tak Benda
( WBTB) milik Sumatera Selatan, termasuk sastra tutur yang dijadikan
video art oleh Teater Potlot.
“Penetapan warisan budaya ini sudah berlangsung lama. Baik warisan
budaya kebendaan seperti cagar budaya, juga warisan budaya tak benda.
Semua itu sudah ditetapkan melalui Kemendikbud Ristek, yang sekarang
di bawah Kementerian Kebudayaan,” ujarnya.
Ia berharap setiap tahun berbagai daerah di Sumatera Selatan terus
mengajukan bermacam warisan budaya sehingga ditetapkan oleh
Kementerian Kebudayaan.
Sementara itu, Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Raden Fatah
Dr. Achmad Syarifudin, M.A menilai video art sastra tutur yang
disajikan Teater Potlot atas dukungan Kemendikbud Ristek melalui
Danaindonesiana dan LPDP merupakan sarana atau dalam bahasa dakwahnya
wasilah.
Wasilah yang bisa digunakan untuk menyampaikan aspirasi, seperti
menyampaikan adat istiadat budaya kehidupan masyarakat, juga berkaitan
dengan ekosistem yang ada di sebuah kawasan.
Para generasi muda saat ini khususnya mahasiswa di UIN Raden Fatah
diharapkan dapat menghidupkan kembali lagi sastra tutur ini, serta
menumbuh kembangkan jiwa menggunakan media ini, sehingga mereka bisa
memanfaatkan sastra tutur ini sebagai sarana untuk berkomunikasi,
berinteraksi dalam menggambarkan dan menceritakan, kemudian
mendeskripsikan kebudayaan kemudian ekosistem yang terjadi pada
masyarakat sekitar, dan khususnya kehidupan masyarakat di sekitar
lahan basah Sungai Musi.
Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Raden Fatah Jufrizal, M.A
menyatakan secara jurnalisme, video art sastra tutur ini berbicara
tentang kebenaran fungsionalnya.
“Kita sebagai publik yang menyaksikan video untuk lebih peka, menjadi
bagian dari upaya-upaya kita peduli dengan lingkungan, tentunya
melalui karya jurnalisme,” harapnya.