Jakarta – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(PPPA) menerbitkan Pedoman Mekanisme Koordinasi Perlindungan Anak
Korban Jaringan Terorisme sebagai dasar koordinasi perlindungan dan
pemulihan anak korban jaringan terorisme yang memerlukan kolaborasi
lintas sektor.
“Pedoman ini bertujuan untuk memaksimalkan peran Kementerian/Lembaga,
dan pemda sesuai dengan mandat PP Nomor 59 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Koordinasi Perlindungan Anak, serta PP Nomor 78 Tahun
2021 tentang Perlindungan Khusus Anak,” kata Menteri PPPA Bintang
Puspayoga, di Jakarta, Sabtu (9/10/2024).
Pedoman ini diharapkan dapat memperkuat regulasi nasional dan
memastikan respons yang terkoordinasi di tingkat pusat maupun daerah.
Pedoman ini mencakup tiga aspek utama, yakni pencegahan, rehabilitasi,
dan reintegrasi, serta penanganan peradilan anak.
Fokus utamanya adalah memberikan panduan perlindungan bagi anak-anak
yang menjadi pelaku, korban, atau saksi dalam jaringan terorisme.
Bintang Puspayoga menegaskan bahwa anak-anak adalah aset berharga bagi
masa depan Indonesia dan mereka berhak mendapatkan perlindungan dari
segala bentuk kekerasan dan eksploitasi, termasuk dari jaringan
terorisme.
“Pedoman ini diharapkan dapat menjadi bukti komitmen pemerintah dalam
mewujudkan Indonesia Layak Anak 2030,” katanya.
Data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat antara
tahun 2016 hingga 2023, terdapat 29 anak yang terlibat dalam tindak
pidana terorisme.
Data itu mencakup anak-anak yang menjadi pelaku maupun korban,
sehingga menunjukkan seriusnya ancaman ini terhadap generasi masa
depan bangsa.
Anak-anak yang terlibat sering kali merupakan korban dari propaganda
dan doktrin jaringan teroris, serta menghadapi trauma fisik dan
emosional yang mendalam.