Implementasi Sila 1 Pancasila, Kebebasan Beragama Hak Konstitusional yang Harus Dihormati

Implementasi Sila 1 Pancasila, Kebebasan Beragama Hak Konstitusional yang Harus Dihormati

Bandarlampung – Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, menjaga hak konstitusional dan tanggung jawab sosial adalah kunci utama untuk merawat keberagaman. Masyarakat Indonesia perlu memahami bahwa kebebasan beragama termasuk hak konstitusional yang harus dihormati oleh semua pihak tanpa terkecuali.

K.H. Suparman Abdul Karim, Kabid Agama di FKPT (Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme) Provinsi Lampung, menekankan pentingnya menghormati kebebasan beragama dan tanggung jawab sosial dalam menjaga kehidupan plural di Indonesia. Salah satu implikasinya adalah mengakui keabsahan pendirian lembaga pendidikan yang berbasis agama di Indonesia, tanpa terkecuali agama minoritas.

“Mendirikan lembaga pendidikan berbasis agama, agama mana pun yang diakui di Indonesia, merupakan kebebasan yang dijamin oleh konstitusi. Perlu diingat bahwa kebebasan beragama dan mengamalkan ajaran agama merupakan salah satu bentuk implementasi dari sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujar Ustadz Suparman, panggilan karibnya, di Bandarlampung, Selasa (24/9/2024).

Menurutnya, sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, Indonesia juga menjadi rumah bagi berbagai agama lain yang hidup berdampingan. Tidak hanya pemeluk agama Islam saja yang bebas mendirikan pesantren, hak yang sama harus diberikan pada umat Kristiani, Hindu, Buddha, serta Konghucu. Semua umat beragama harus diberikan kebebasan yang sama dalam mendirikan sekolah berbasis agama sesuai dengan keyakinannya.

“Kebebasan mendirikan lembaga pendidikan ini harus dihormati oleh semua pihak, dan penolakan terhadapnya, apalagi karena alasan (tidak menerima) agama minoritas, adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan,” tegas Ustadz Suparman.

Dalam menjaga keberagaman, Ustadz Suparman menggarisbawahi pentingnya membangun kesadaran akan pluralitas melalui interaksi dan komunikasi yang baik. Dengan berinteraksi, masyarakat akan menyadari bahwa perbedaan agama, suku, atau ras adalah sebuah keniscayaan yang harus diterima, bukan dianggap sebagai ancaman.

Lebih jauh, Pimpinan Ponpes Rahmatul Ummah As-Salafiyyah An-Nahdhiyyah ini menegaskan bahwa setiap kelompok agama harus mereduksi pandangan ekstrem yang menganggap agama lain sebagai ancaman.

Menurutnya, selama masih ada yang berpikir bahwa eksistensi agama lain adalah ancaman, Indonesia tidak bisa menghadirkan keberagaman yang sejati. Ustadz Suparman juga menyampaikan bahwa dalam ajaran Islam, tidak ada paksaan dalam beragama, dan agama adalah ranah kebebasan serta kesadaran individu.

Ustadz Suparman juga menyoroti adanya kelompok-kelompok yang membangun narasi kebencian terhadap agama lain. Ia menegaskan bahwa pemerintah, tokoh agama, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) harus bekerja sama untuk membangun komunikasi antar agama dan melawan paham-paham kebencian ini.

“Ada racun-racun ideologi yang mengajarkan paham-paham kebencian dan melihat agama lain sebagai gangguan. Gangguan semacam ini harus ditangani bersama-sama oleh Pemerintah dan para tokoh agama serta masyarakat” tambahnya.

Ustadz Suparman juga mengecam tindakan yang merendahkan agama lain dengan dalih menjaga kesakralan simbol agama sendiri. “Membangun keimanan dengan cara merendahkan agama lain adalah tanda-tanda orang yang lemah imannya,” lanjutnya.

Ketegasan dalam menyikapi sikap intoleransi juga ia tegaskan dengan mengutip pernyataan Gus Dur, yang menyatakan bahwa orang yang merasa terganggu dengan eksistensi agama lain sebetulnya imannya sendiri sangat lemah. Orang yang demikian tidak lain adalah sedang memanipulasi serta merendahkan agamanya sendiri.

“Jelas sekali di dalam Al-Quran disebutkan, wa lā tasubbū allażīna yad’ūna min dūnillāhi fa-yasubbullāha ‘adwan bi gairi ‘ilmin, każālika zayyanā likulli ummatin ‘amalahum, ṡumma ilā rabbihim marji’uhum fa-yunabbi`uhum bimā kānū ya’malụn (QS. Al-An’am: 108). Artinya, kita sama sekali tidak boleh menghina agama lain. Menghina ajaran agama dan tuhannya saja tidak boleh, apalagi mengganggu eksistensinya sampai melakukan demo,” terangnya.

Ustadz Suparman mengingatkan kembali teladan Nabi Muhammad dalam merawat keberagaman dan menghargai agama lain. Ia menyebutkan tatkala Rasulullah menyambut umat Kristiani dari Bani Najran datang ke Madinah. Saat itu, Nabi Muhammad memberikan mereka izin untuk beribadah di Masjid Nabawi. Menurut Ustadz Suparman, tindakan Rasulullah ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang merangkul dan menghormati agama lain.

“Mereka yang bertindak arogan terhadap agama lain, dengan mengatasnamakan Islam, sebenarnya sedang mencederai citra Islam itu sendiri. Semua umat beragama perlu merawat keberagaman dan menghormati hak-hak konstitusional setiap agama. Dengan demikian, Indonesia dapat terus hidup dalam harmoni dan damai, sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya,” pungkasnya.