Jakarta: Pemerhati Siber Ardi Sutedja memperkirakan pelaku terorisme
akan menggunakan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) dalam
melakukan aksinya. Terutama dalam penggalangan opini tindak terorisme
dengan menerapkan Deep Fake (teknologi manipulasi video dan audio).
“Salah satunya yang biasa dilihat masyarakat adalah dengan melakukan
Deep Fake,” kata Ardi dikutip dari laman rri.co.id, Minggu
(28/7/2024).
Ardi menjelaskan, penerapan Deep Fake ini biasanya menggunakan
tokoh-tokoh tertentu. Dimana seolah-olah tokoh tersebut menyampaikan
sesuatu kepada masyarakat. “Sebenarnya itu cuma gambar yang
bersangkutan tetapi suara belum tentu itu disampaikan tokoh tersebut,”
ucapnya.
Ia mencontohkan, penggunaan kecerdasan buatan digunakan pihak-pihak
tertentu. Dimana seolah-olah Presiden Jokowi menyampaikan pidato dalam
bahasa Mandarin.
“Itu salah satu contoh deep fake,” kata Ardi.
Terkait hal ini, Ardi menekankan, pentingnya literasi digital bagi
masyarakat. Hal ini efektif dilakukan agar masyarakat tidak
terpengaruh Deep Fake tersebut.
“Tetapi memang tidak semua masyarakat tertarik untuk belajar tentang
literasi digital, karena kesibukan dan rutinitasnya,” ujarnya.
Sebelumnya, Wamenkominfo Nezar Patria menegaskan telah mengantisipasi
peluang penyebaran disinformasi yang menggunakan teknologi AI dan Deep
Fake.
“Melalui algoritma dan otomasi yang dapat menghasilkan bias maupun
otomasi yang bersifat preskriptif serta penyalahgunaan algoritma yang
berpotensi menimbulkan disinformasi,” ucapnya.