Jakarta – Pembinaan ideologi Pancasila menjadi tanggung jawab seluruh
elemen bangsa. Karena itu, pembinaan ideologi Pancasila harus terus
dilaksanakan kepada Lembaga Tinggi Negara, Kementerian/Lembaga,
Pemerintahan Daerah, Organisasi Sosial Politik, dan Komponen
Masyarakat.
Hal itu dikatakan Plt Deputi Bidang Bidang Hukum Advokasi, Pengawasan
dan Regulasi Adhianti pada kegiatan Advokasi Advokasi Pembinaan
Ideologi Pancasila: Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual,
Perundungan bagi Pelajar, Mahasiswa, Serta Penyandang Disabilitas.
“Terkait dengan pelaksanaan ini, advokasi khususnya dalam isu
perundungan dan kekerasan seksual yang menimpa adik-adik kita para
pelajar, mahasiswa, khususnya penyandang disabilitas,” kata Adhianti
seperti dikutip dari siaran pers, Rabu (10/7/2024).
Adhianti mengatakan, kegiatan advokasi penting untuk mengupayakan
pembentukan moralitas bangsa yang berkeadaban, berkemanusiaan,
berkeadilan dan anti diskriminasi. Harapannya, terbentuk kultur yang
menjadi sebuah nilai implementasi dalam kehidupan sehari-hari dengan
nilai Pancasila.
“Pembinaan Ideologi Pancasila adalah tanggung jawab dan upaya
strategis BPIP dalam mengupayakan dan memastikan nilai pancasila mampu
terdistribusikan khususnya juga pada tatanan kebijakan, maupun budaya
di masyarakat,” ungkap Adhianti.
Sementara itu, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, Dewo Isnu Broto Imam Santoso, turut hadir
mewakili Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta mengatakan
kehidupan dan Pancasila bisa berdampingan dengan nilai agama sehingga
masih tetap nyata.
“Kami pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta sangat apresiasi dengan
diselenggarakannya kegiatan dan memberikan pembinaan ideologi
Pancasila dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual bagi
penyandang disabilitas di Yogya,” tutur Dewo.
Dewo berharap, kegiatan advokasi dari BPIP dapat mendukung upaya
pemberantasan kekerasan seksual dan perundungan dan menciptakan
lingkungan yang aman serta bebas dari tindakan kekerasan seksual dan
hubungan di masyarakat.
Pada kesempatan yang sama, Staf Khusus Presiden RI, Angkie Yudistia
mendorong segenap masyarakat untuk dapat mewujudkan lingkungan inklusi
dimana rasa toleransi hidup antar sesama individu, tanpa memandang
latar belakang, kemampuan, atau identitas mereka.
“Lingkungan yang dimana kita bisa menciptakan saling mengerti satu
sama lain, empati satu sama lain. Jadi kita, penyandang disabilitas
itu tidak lagi dianggap eksklusif tapi kita di lingkungan yang sama,”
nilai Angkie.
“Pemerintah daerah istimewa Yogyakarta selaku organisasi perangkat
daerah yang tanggung jawab terhadap kehidupan harmoni di Yogjakarta,
dan kami mendukung itu untuk kebaikan masyarakat kami,” dia menandasi.
Angkie mengingatkan, masyarakat khususnya para generasi muda untuk
lebih berhati-hati ketika bercanda. Seperti tidak lagi bercanda
menggunakan terminologi-terminologi yang berkaitan dengan penyandang
disabilitas.
“Hati-hati ketika kita mau mengucap kita harus dipikirkan dulu.
Contohnya, ‘kamu bisa denger gak sih’ gitu. Atau kata-kata bercandaan,
slang-slang generasi z. Boleh bercanda apa saja, tapi jangan bawa-bawa
teman disabilitas. Jangan pernah lupa. Karena kita ini semua bagian
yang sama. Teman-teman penyandang disabilitas ini bagian dari warga
masyarakat,” tutup Angkie.