Jakarta – Nilai toleransi keberagaman sangat diperlukan di tengah
situasi dan konflik global saat ini. Demikian diungkapkan oleh Menteri
Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi.
Terlebih, sejumlah konflik di dunia, misalnya yang terjadi antara
Israel dan Hamas, kerap disalahartikan sebagai konflik agama.
“Konflik-konflik ini pada hakikatnya tidak bersifat keagamaan, namun
unsur keagamaan seringkali menghadirkan ketegangan yang meningkat,”
kata Menlu Retno dalam “International Conference on Cross-Cultural
Religious Literacy” yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri
RI (Kemlu RI) dan Institut Leimena di Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Ia menilai bahwa toleransi terhadap keberagaman menjadi elemen penting
dalam upaya penyelesaian konflik.
“Keberagaman harus kita hargai dan jangan sampai perbedaan agama kita
menimbulkan vandalisme dan ketegangan,” lanjutnya, seraya mendorong
adanya dialog konstruktif yang melibatkan multi pihak termasuk mereka
yang terlibat berkonflik, pemimpin politik, hingga seluruh elemen
masyarakat khususnya tokoh agama.
Lebih lanjut, Menlu Retno menekankan tiga hal yang selama ini
dilakukan Indonesia sebagai upaya untuk mendorong toleransi
keberagaman.
Hal ini didasari oleh keberagaman penduduk Asia Tenggara yang
populasinya mencapai hampir 700 juta orang.
“ASEAN mewujudkan keberagaman multiagama antar negara dengan toleransi
yang kuat,” tutur Menlu Retno.
Secara khusus, Indonesia mengedepankan nilai “Bhinneka Tunggal Ika”,
yang berarti “Berbeda-beda Tapi Tetap Satu Jua”.
“Kita harus terus menjunjungi prinsip ini Ketika kita menghadapi
kompleksitas urusan global,” tambahnya.