Jakarta – Hanya dengan toleransi, solidaritas, dan mengatasi
perbedaan, kita akan mampu menghadapi tantangan dan mencapai
pembangunan berkelanjutan bagi semua. Demikian disampaikan Wakil
Menteri Luar Negeri Pahala Nugraha Mansury saat membuka dialog lintas
agama bertajuk the 8th Indonesia-Austria Interfaith and Intercultural
Dialogue (IAIID-8) di Bandung pada Senin, 8 Juli 2024.
Forum yang diselenggarakan dalam rangka memperingati 70 tahun hubungan
diplomatik Indonesia-Austria tersebut mengusung tema “Navigating the
Challenges in Diverse and Modern Society.”
Membuka pidatonya, Wamenlu Pahala menyampaikan bahwa dalam pembukaan
Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada 1955, Presiden Soekarno
juga menyampaikan pesan terkait pluralisme, yaitu bahwa KAA
diselenggarakan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa semua orang dapat
hidup berdampingan dan berkontribusi pada persoalan bersama.
Berdasarkan keterangan di situs Kemenlu RI, Wamenlu Pahala
menyampaikan tiga tantangan besar yang tengah dihadapi dunia saat ini.
Pertama, fragmentasi dan perpecahan. Akhir-akhir ini terdapat
perpecahan geopolitik negara-negara, yang juga dirasakan dampaknya
secara ekonomi. “Fragmentasi ini juga terjadi di dalam masyarakat, di
mana semakin tinggi kemajemukan, maka toleransi menjadi semakin
rendah,” kata Wamenlu Pahala.
Kedua, perubahan demografi. Di mana populasi dunia semakin meningkat,
khususnya di negara-negara berkembang. Selain itu, migrasi juga
meningkat dengan lebih dari 281 juga migran di dunia pada tahun 2024.
Ketiga, transformasi dan kesenjangan digital. Perkembangan teknologi
digital begitu pesat, dan memberikan dampak positif, termasuk
mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Namun demikian, masih terdapat
ketimpangan, di mana sepertiga orang di dunia belum menikmati akses
internet. Selain itu, penggunaan teknologi digital juga menyebabkan
tingginya intoleransi, maraknya ujaran kebencian, berita palsu, dan
misinformasi.
Tantangan-tantangan tersebut semakin meningkatkan kesenjangan dan
disparitas antar negara dan masyarakat, serta menyulitkan pemecahan
masalah global, termasuk perubahan iklim dan pencapaian SDGs.
Selanjutnya, Wamenlu Pahala menegaskan perlunya dua pendekatan dalam
mengatasi tantangan ini.
Satu, pengarusutamaan nilai toleransi dan solidaritas. Nilai ini
terkandung dalam semua ajaran agama, kepercayaan, dan budaya, serta
harus diterapkan seluas-luasnya. Dalam konteks hubungan antar negara,
hal ini berarti semua negara harus menghormati hal satu sama lain,
termasuk hak untuk membangun (right to development).
“Dalam konteks hubungan bermasyarakat, ini berarti penghormatan
terhadap semua agama, kepercayaan, dan budaya. Dalam hal ini,
Indonesia memiliki pengalaman sebagai negara yang kaya keragaman,
dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika,” ujar Wamenlu Pahala.
Selain itu, solidaritas juga perlu ditanamkan, termasuk dalam
penanganan perubahan iklim dan memastikan pencapaian SDGs bagi semua.
Dua, mengatasi ujaran kebencian dan misinformasi. Ujaran kebencian dan
misinformasi dapat memperlemah kohesi sosial, menggerus nilai-nilai
luhur bersama, serta kadang dapat menimbulkan kekerasan. Hal ini harus
diatasi dengan menyebarkan pesan-pesan perdamaian dan pencapaian
kemakmuran bersama.
Dalam hal ini, peran pemuka agama dan masyarakat sangat penting guna
mendorong dan memelihara kesepahaman antar agama dan budaya melalui
dialog.
Menutup pidatonya, Wamenlu Pahala berharap dialog lintas agama
Indonesia-Austria dapat berkontribusi dalam meningkatkan toleransi dan
solidaritas guna menghadapi tantangan global.