Pancasila Filter Bendung Gerakan Radikalisme dan Terorisme

Trenggalek  – Ideologi Pancasila yang dicetuskan oleh founding father
merupakan ideologi yang paling relevan bagi Bangsa Indonesia.
Pancasila juga sebagai filter untuk membendung gerakan radikalisme
maupun terorisme, atau merupakan ideologi antiradikalisasi.

“Pengetahuan tentang bahaya radikalisme dan terorisme harus diberikan
sejak dini sebagai salah satu upaya pencegahan dan tidak terjerumus
kepada pemahaman yang salah yang dapat merugikan diri sendiri maupun
orang lain,” kata Kapolres Trenggalek AKBP Gathut Bowo Supriyono dalam
seminar antiradikalisme yang diadakan  Pemerintah Kabupaten
Trenggalek, Jawa Timur, Kamis (4/7/2024)..

Kapolres menjelaskan pelaku terorisme dalam era globalisasi serta
kemajuan teknologi yang berkembang begitu pesat seperti sekarang ini,
tidak sebatas menyasar fisik. Namun juga propaganda yang berujung pada
mempengaruhi pola pikir dan pandangan masyarakat. Propaganda ini bisa
dilakukan secara langsung maupun melalui fasilitas dan sarana yang
berbasis teknologi seperti internet maupun media sosial yang
disebarkan secara masif.

“Kondisi itu rentan mempengaruhi kalangan milenial dan gen-z yang
mendominasi penggunaan teknologi,” imbuhnya.

Oleh karena itu, lanjut Kapolres Gathut, dibutuhkan kewaspadaan dini
dari seluruh komponen anak bangsa untuk bersatu padu, baik dari
pemerintah, ulama atau tokoh agama, tokoh masyarakat, maupun warga
masyarakat sendiri dalam menangkal setiap pergerakan atau
propaganda-propaganda dari gerakan radikalisme.

Kegiatan seminar digelar semi terbuka di Pendopo Manggala Praja,
Pemkab Trenggalek dan dihadiri ratusan peserta dari unsur pelajaran,
mahasiswa, organisasi masyarakat dan lapisan masyarakat lainnya.

Mengambil tema “Membendung akar Radikal di kalangan Pemuda dan siswa’,
kegiatan itu bertujuan untuk mencegah adanya paham-paham radikal dan
terorisme di Bumi Menak Sopal, sebutan lain Trenggalek. Lewat seminar
itu, generasi milenial yang akrab dengan teknologi tak mudah
terpengaruh dengan paham yang menyesatkan.

Seminar itu juga menghadirkan narasumber dari Detasemen Khusus
(Densus) 88 Antiteror dan mantan tokoh jamaah Islamiyah, Muhammad
Nasir Abbas,