Menolak Kebhinekaaan Sumber Seseorang Terpapar Ekstremisme dan Terorisme

Jakarta – Ekstremisme dan terorisme yang muncul di beberapa wilayah
merupakan buah dari sikap intoleran yang ditanamkan dalam diri
seseorang. Dia menyatakan bahwa intoleran menjadi bibit unggul dalam
memicu ekstremisme dan terorisme.

“Semakin seseorang intoleran (menolak kebhinekaan), maka ia semakin
mudah untuk terpapar paham radikalisme, ekstremisme dan aksi
terorisme. Sebaliknya, semakin mudah dan kuat seseorang menerima
kebhinekaan/keberagaman, maka ia akan semakin sulit untuk terpapar
ideologi dan paham radikalisme dan ekstremisme,” ujar M. Abdullah
Darraz dalam peluncuran dan bedah buku “Pencegahan Ekstremisme dan
Terorisme” yang digagas oleh Badan Penanggulangan Ekstrimsme dan
Terorisme (BPET) MUI, RAbu (12/6/2024).

Dia menegaskan bahwa sikap-sikap intoleran yang dilakukan oleh
beberapa oknum hingga berujung pada aksi terorisme bukanlah ajaran
dari agama maupun komunitas tertentu. Hal tersebut merupakan suatu
kekeliruan yang harus segera diluruskan kebenarannya.

“Bahwa kita tidak boleh mengidentifikasikan terorisme ini pada agama
ataupun pada komunitas tertentu. Bisa jadi di setiap sektor itu
memiliki oknum-oknum yang memiliki pemikiran-pemikiran atau pandangan
yang memiliki virus-virus radikalisme,” ungkapnya dengan tegas.

Menurut Darraz, buku yang diluncurkan oleh BPET MUI ini merupakan
bentuk official statement terkait pencegahan ekstremisme dan terorisme
ala MUI. Hal ini tentu menjadi sangat penting dan dapat dijadikan
panduan oleh beberapa ormas dan masyarakat luas.

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir
disebutkan bahwa potensi radikalisme saat ini telah mengalami
penurunan yang cukup baik. Hal tersebut didapat dari hasil riset
terakhir yang dilakukan oleh BNPT pada tahun 2023 lalu.

Darraz mengingatkan bahwa ancaman radikalisme dan ekstremisme yang
mengarah pada aksi terorisme harus tetap dijadikan peringatan dan
kewaspadaan.

“Yang perlu menjadi perhatian saat ini adalah adanya peningkatan
potensi radikalisme di kalangan perempuan, masyarakat urban, generasi
muda, para netizen yang aktif mencari dan menyebarkan konten keagamaan
di medsos,” kata dia.

Dia berharap, dengan terbitnya buku ini MUI akan lebih fokus lagi
terhadap beberapa persoalan-persoalan terkait ekstremisme dan
terorisme.

“BPET perlu melakukan pemetaan lebih mendalam terkait sektor apa saja
yang saat ini sangat potensial untuk dijadikan lahan basah oleh
penyebaran virus-virus radikalisme,” pungkasnya.

Dia enegaskan bahwa penguatan peran institusi keluarga dan institusi
pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi ) menjadi sangat penting.
Dalam hal ini, MUI harus memaksimalkan fungsinya untuk mendorong
masyarakat agar memiliki kemampuan untuk bersifat dan berfikir kritis,
bukan radikal.