Jakarta – Rusia pada Sabtu (25/5/2024) untuk kali pertama mengatakan bahwa kelompok ISIS adalah dalang penembakan konser di Moskwa pada Maret yang menewaskan lebih dari 140 orang.
Sebelumnya, Moskwa selalu mengaitkan serangan teror paling mematikan di Rusia dalam dua dekade ini sebagai ulah Ukraina dan Barat.
Kepala dinas keamanan FSB Alexander Bortnikov yang dikutip oleh kantor berita RIA Novosti mengatakan, “Persiapan, pendanaan, serangan, dan mundurnya teroris dikoordinasikan melalui internet oleh anggota Provinsi Khorasan (ISIS-K),” mengacu ke cabang ISIS yang aktif di Afghanistan dan Pakistan.
Namun, Bortnikov tidak serta-merta menampik keterlibatan Ukraina dengan berujar, “Setelah menyelesaikan serangan, para teroris menerima instruksi yang jelas untuk bergerak menuju perbatasan Ukraina, di mana dari sisi lain sebuah ‘jendela’ telah disiapkan untuk mereka.”
“Penyelidikan terus dilakukan, tetapi sudah bisa dipastikan bahwa intelijen militer Ukraina terlibat langsung dalam serangan tersebut,” ujarnya, dikutip dari kantor berita AFP.
Adapun Ukraina berulang kali membantah terlibat penembakan konser di Moskwa.
Insiden ini terjadi saat orang-orang bersenjata mengenakan pakaian kamuflase menyerang gedung Balai Kota Crocus di pinggiran Moskwa, kemudian membakar gedung tersebut.
Lebih dari 12 tersangka telah ditangkap termasuk empat penyerang, yang semuanya berasal dari negara Tajikistan di Asia Tengah, sebuah bekas republik Soviet yang miskin di perbatasan utara Afghanistan.
Amerika Serikat mengatakan, pihaknya secara terbuka dan pribadi sempat memperingatkan Rusia pada awal Maret bahwa kelompok ekstremis merencanakan serangan ke gedung konser di Moskwa.
Setelah insiden terjadi, Intel AS yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada media Amerika, mereka memberitahu Rusia bahwa Balai Kota Crocus secara khusus ditargetkan akan diserang ISIS.
Rusia mengabaikan peringatan tersebut. Hanya tiga hari sebelum serangan, Presiden Vladimir Putin menuduh Washington melakukan pemerasan dan mencoba mengintimidasi Rusia.