Jakarta – Dalam beberapa tahun terakhir, perilaku diskriminasi dan
intoleransi berbasis agama dan kepercayaan kerap terjadi di seluruh
belahan dunia. Karena itu, pemerintah Indonesia akan mendorong
penguatan budaya toleransi global melalui forum internasional Jakarta
Plurilateral Dialogue (JPD) 2023. Kegiatan itu digelar di Hotel
Borobudur, Jakarta pada 29-31 Agustus 2023.
Kegiatan ini digelar atas kerjasama Kementerian Agama (Kemenag),
Kantor Staf Presiden (KSP), dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
Melalui kegiatan ini, Indonesia berkomitmen secara kuat untuk
mengimplementasikan budaya toleransi, sekaligus mendorong setiap
negara di dunia memandang United Nations Human Rights Council (UNHRC)
Resolution 16/18 sebagai sebuah kebutuhan.
Dirjen Bimas Islam Kemenag, Prof Kamaruddin Amin menggatakan, dalam
konteks global forum JPD 2023 INI sangat fundamental. Karena, menurut
dia, di beberapa belahan dunia saat ini terjadi kekerasan berbasis
agama dan intoleransi.
“Sehingga upaya untuk terus memperkuat Resolusi HAM PBB ini menurut
saya harus jadi keprihatinan kolektif global dan kita tentu
masing-masing negara bisa melakukannya. Dan Indonesia menjadi salah
satu negara yang mengambil ikhtiar ini,” ujar Prof Kamaruddin beberapa
hari lalu.
Sebagai informasi, resolusi PBB ini merupakan resolusi untuk memerangi
intoleransi, stereotip negatif dan stigmatisasi, serta diskriminasi,
hasutan terhadap kekerasan, dan kekerasan terhadap orang berdasarkan
agama atau kepercayaan.
Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Quomas atau Gus Yaqut mengatakan,
implementasi Resolusi 16/18 UNHCR bisa mengatasi kegentingan
kemanusiaan akibat diskriminasi berbasis agama dan kepercayaan di
negara manapun.
“Melalui spirit Resolusi 16/18 dalam mengatasi intoleransi dan
diskriminasi berdasarkan agama, setiap warga negara secara
bersama-sama mampu belajar dan memahami bahwa kebencian dan
diskriminasi bukanlah bagian dari adab manusia. Dan ia dapat
dikalahkan,” kata Gus Yaqut.
Karena itu pemerintah Indonesia memandang perlunya kesepakatan untuk
mengarusutamakan budaya toleransi guna menanggulangi ancaman
diskriminasi dan kekerasan berbasis agama atau kepercayaan dalam forum
JPD 2023 tersebut. Dari forum ini diharapkan bisa menegaskan kembali
komitmen Indonesia terhadap moderasi beragama dan kehidupan budaya
toleransi.
“Dua hal ini lah yang sebetulnya pengejewantahan dari apa yang pernah
disampaikan presiden ke kami semua. Di sini ada Kemanag, KSP dan
Kemlu. Ini sebetulnya juga representasi bahwa ini adalah tim dari
pemerintah,” jelas Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari
Pramodhawardani.
Jaleswari kembali mengingatkan pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi)
dalam Pidato Kenegaraan yang pada intinya mengecam intoleransi secara
global, termasuk juga mempromosikan penghilangan segala bentuk praktik
intoleransi yang sepatutnya menjadi perhatian berbagai pihak.
“Moderasi beragama dan penanggulangan praktik intoleransi harus terus
didorong, hal ini menjadi pesan utama yang akan disampaikan dalam JPD
2023. Pembahasan didesain inklusif, menampung berbagai pandangan dari
organisasi keagamaan, masyarakat sipil, organisasi keagamaan, mitra
pembangunan dan stakeholder lainnya, termasuk pandangan pemerintah,”
ujar Jaleswari.
Dirjen Informasi Diplomasi Publik Kemenlu, Dr. Teuku Faizasyah
menambahkan, agenda JPD 2023 ini nantinya akan berkontribusi pada
upaya global Indonesia dalam memerangi intoleransi beragama, kekerasan
dan diskriminasi.
JPD 2023 adalah forum strategis untuk menunjukkan komitmen Indonesia.
Muatan forum ini sejalan dengan pencalonan Indonesia menjadi anggota
Dewan HAM PBB tahun 2024-2026. “Indonesia akan menunjukkan berbagai
inisiatif nasional dalam moderasi beragama dan penguatan budaya
toleransi untuk dapat menjadi lesson learned bagi negara-negara
sahabat,” ucap Teuku.
Jakarta Plurilateral Dialogue 2023 sendiri meliputi lima sesi dialog
yang mengeksplorasi praktik terbaik dan pembelajaran dari berbagai
pemangku kepentingan di seluruh dunia dalam memperkuat implementasi
Resolusi 16/18 UNHCR. Wakil Presiden Dewan HAM PBB, Muhammadou MO Kah,
serta para duta besar negara anggota dijadwalkan akan hadir dalam
perhelatan ini untuk menemukan kemungkinan kolaborasi dan rekomendasi
dalam memerangi intoleransi di masa mendatang.