Lembang – Propaganda berupa konten-konten radikal sangat marak di media sosial (medsos). Masyarakat harus waspada terhadap konten-konten radikal tersebut untuk mencegah terpaparnya paham-paham itu masuk ke dalam lingkungan keluarga.
Hal itu dikatakan Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irjen Pol Ibnu Suhaendra di Seminar Sespimma Angkatan 68 dengan tema Optimalisasi Penanganan Cyber Crime Guna Menangkal Radikalisme dan Intoleransi dalam Rangka Indonesia Maju, di Sespim Polri, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Selasa (22/11/2022).
“Semua pihak harus menghentikan ujaran kebencian yang dilakukan di medsos. Karena semua ini berawal dari dalam keluarga. Generasi Z dan milenial lebih dominan memiliki pemahaman radikal ini,” kata Ibnu.
Lebih lanjut Ibnu menjelaskan, para remaja ini tepatnya, pada usia 20 tahun, banyak terpapar pemahaman radikal ini.
“Penyebarannya, lewat pengajian dan internet. Karena saat ini pola rekrutment paham radikal banyak dilakukan di medsos. Biasanya pola penyebarannya lewat pertemanan, kekerabatan dan pernikahan,” ungkapnya.
Ibnu pun menjelaskan, ada sekitar 23 ibu dan anak-anak yang ingin menjadi pelaku bom bunuh diri. Yakni, 11 orang anak-anak dan 9 ibu-ibu. Kondisi ini terjadi, sebagai dampak dari internet karena disitu ada buku panduan bagaimana membuat bom bunuh diri.
Ibnu mengatakan, ada pedoman jaringan teroris dari Aceh hingga Papua ada internet. “Bukunya ada. Saya dapat informasi ini dari anak berumur 12 tahun yang ditangkap,” paparnya.
Untuk mencegah paham radikal tersebut, kata dia, maka semua harus menggelorakan ideologi bangsa Pancasila.