Manado – Dasar negara Pancasila tidak hanya sebagai dasar negara Republik Indonesia, tetapi juga substansi perintah Tuhan dalam agama. Dengan Pancasila, Indonesia yang beragam suku, agama, etnis, bahasa, pulau, menjadi kunci persatuan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Pancasila adalah dasar negara kami, meski itu bukan agama dan tidak untuk menggantikan agama. Tapi Pancasila adalah substansi perintah Tuhan dalam agama karena Pancasila tidak bertentangan dengan kitab suci agama apapun,” ujar Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM, di Manado, Rabu (23/11/2022).
Pernyataan itu dikatakan Nurwakhid saat membuka dan memberikan vaksinasi ideology kepada peserta Regenerasi Duta Damai Dunia Maya Regional Sulawesi Utara (Sulut) di Manado. Ia mengungkapkan sering mendapat pertanyaan dari orang asing yang heran kenapa Indonesia dengan segala kemajemukan tidak terjadi konflik.
“Saya jawab negara kami Insya Allah sampai kiamat tidak bisa dipecah belah, karena negaranya kami sepotong surga yang dijaga kekasih Tuhan, waliyullah. Para waliyullah itulah bersama para tokoh agama lain dan tokoh bangsa yang dipimpin Bung Karno merumuskan dasar negara, ideologi bangsa Pancasila yang digali dari nilai luhur bangsa, sehingga Pancasila mampu menyatukan bangsa,” urainya.
Selain Pancasila, ungkap Nurwakhid, bangsa Indonesia memiliki budaya dan kearifan lokal seperti silaturahmi dan gotong royong, yang tidak dimiliki negara-negara luar. Seperti di Manado atau Sulawesi Utara, budaya dan kearifan lokalnya sangat luar bisa. Itu dibuktikan dengan kehidupan masyarakat yang harmoni dalam keberagaman dengan dilandasi rasa toleransi tinggi antar umat beragama.
Menurutnya, harmoni dalam keberagaman harus dipertahankan bahkan diperkuat untuk menciptakan kedamaian dan kerukunan. Dan ini menjadi tugas duta damai dunia maya dengan menyebarkan konten perdamaian, persatuan, kebhinnekaan, dan toleransi, baik secara online maupun offline.
Kemudian, tambah Nurwakhid, Indonesia juga memiliki ormas keagamaan yang moderat. Di Islam ada Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Al-Washliyah, Nahdlatul Wathan, Darut Dakwah Wal Irsyad (DDI), dan lain-lain. Di Nasrani ada Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), sementara di Hindu ada Parisada Hindu Darma Indoonesia (PHDI), kemudian Buddha ada Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi), dan di Konghuchu ada Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN).
“Pancasila, Budaya dan Kearifan Lokal, dan Ormas Moderat inlah yang sedang dan akan terus dirusak oleh kelompok radikalisme dan terorisme,” tukas Nurwakhid.
Ia menjelaskan bahwa terorisme bukan tujuan akhir, tapi alat untuk mencapai tujuan sarana propaganda untuk mencapai utamanya yaitu gerakan politik yang ingin mengambilalih kekuasaan, dan mendirikan negara agama menurut versi mereka dengan mendistorsi, memanipulasi, dan mempolitisasi agama.
“Jadi terorisme itu hilirnya, hulunya radikalisme. Ini virus karena semua teroris pasti dijiwai radikalisme, meski mereka yang terpapar radikalisme tidak mesti jadi terorisme,” jelas mantan Kabag Ops Densus 88 Antiteror Mabes Polri ini.
Pada kesempatan itu, ia juga memberikan pemahaman para peserta tentang apa itu radikalisme. Ia menjelaskan bahwa radikalisme itu adalah paham anti Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945. Berawal dari terpapar radikalisme itu, mereka akan kecewa, frustasi, dendam, dan benci, yang kemudian berujung dengan melakukan aksi terorisme. Intinya virus radikalisme dan terorisme itu bersifat intoleran dan eksklusif dengan mengatasnamakan agama.
“Radikalisme dan terorisme itu sejatinya adalah musuh agama dan musuh negara. Karena tindakannya bertentangan dengan nilai luhur agama yagnn mewajibkan akhlakul karimah, mencintai negara, menghormati pemerintah yang sah dan menghormati antar sesama.
“Mereka memecah belah umat, memunculkan phobia, kalau dibiarkan akan menimbulkan konflik. Sebelum terjadi konflik, biasanya didahului maraknya radikalisme mengatasnamakan agama, dan berkolaborasi dengan pihak antipemerintah yang sah dan asing. Ini namanya neo-kolonialisme atau bentuk baru yaitu proxy war dan proxy ideology,” terang Nurwakhid.
Ia menambahkan bahwa Sulut dan Manado memiliki realitis sebagai daerah paling toleran nomor dua di Indonesia. Untuk itu, ia meminta para calon Duta Damai Dunia Maya Regional Sulut untuk menularkan pengalaman dan realitas kehidupan dengan toleransi ke daerah lain.
“Itulah pentingnya kalian jadi duta damai, kalian jadi influencer, dan buzzer perdamain terutama di dunia maya. Bangun persatuan, perdamaian. Jangan sampai militansi diklaim kelompok radikal,” tuturnya.
Selain itu, kata Nurwakhid, dalam membuat kontra narasi, duta damai dunia maya, jangan ada setitik pun kebencian pada siapapun. Tapi harus penuh kasih sayang seperti yang diajarkan para nabi seperti Nabi Muhammad dan Nabi Isa atau Yesus Kristus,” pungkasnya.
Regenerasi Duta Damai Dunia Maya Regional Sulut ini digelar selama empat hari dengan diikuti 50 peserta. Selama pelatihan, para peserta digembleng membuat konten kontra narasi berupa tulisan, desain komunikasi visual, dan IT. Mereka juga dibekali dengan pemahaman substansi pencegahan radikalisme dan terorisme dengan menghadirka narasumber berkompeten.