BNPT Undang Ulama Jordan dan Mesir ke NusaKambangan & Cipinang

Liputan6.com, Jakarta : Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) mengundang 3 ulama asal Jordania dan Mesir untuk memberikan penyuluhan kepada para narapidana kasus terorisme yang saat ini mendekam dalam penjara. Ke-3 ulama tersebut akan memberikan penyuluhan di Lapas Nusakambangan dan Cipinang.

Ke-3 ulama yang diundang BNPT tersebut yaitu, Syekh Najih Ibrahim, Syekh Ali Al-Halaby, dan Syekh Hashim An-Najjar. Ketua BNPT Ansyaad Mbai mengatakan, kedatangan ulama-ulama tersebut untuk membantu BNPT dalam meluruskan dan menangkal ideologi radikal terorisme.

“Pemilihan ke-3 tokoh malam ini bukan kebetulan. Setelah berapa lama kita teliti dari rekam jejak ulama mana yang kiranya paling relevan dan kredibel untuk melakukan pencerahan pemahaman keras dari tokoh idiolog yang ada di kita selama ini,” ujar Ansyaad Mbai di Hotel Grand Sahid di Jalan Jenderal Sudiriman, Jakarta, Sabtu, (7/12/2013) malam.

Menurut Ansyaad, selama sepekan, ke-3 ulama kondang tersebut akan mengunjungi 2 lapas yaitu Lapas Nusakambangan dan Lapas Cipinang yang banyak dihuni para tahanan dan narapidana kasus terorisme. Di sana, ketiganya akan berdiskusi dan memberikan pencerahan kepada para pelaku teroris.

“Di Nusakambangan mereka akan di sana selama 2 hari, ke Lapas Cipinang 2 hari. Di sana mereka akan melakukan dialog damai dengan para tahanan teroris di sana,” kata Ansyaad.

Ke-3 ulama yang hadir tersebut, kata Ansyaad, merupakan ulama produktif yang banyak menghasilkan karya terkait penangkalan ajaran teroris yang belakangan ini marak di Indonesia. Salah satu tokoh, bahkan adalah salah seorang tokoh Jamaah Islamiyah di Mesir.

“Contoh Syekh Naji Ibrahim, beliau adalah mantan pemimpin Jamaah Islamiyah di Mesir, sedangkan tokoh radikal di kita ini mainstream-nya Jamaah Islamiyah,” ujarnya.

Ansyaad berharap, agenda tersebut dapat memberikan penyadaran terhadap paham radikalisme atas nama agama Islam yang berasal dari Timur Tengah. Selain itu, juga diharapkan dapat meluruskan penyimpangan faham radikal, sehingga tidak disalah artikan sebagai bentuk pergerakan melawan pemerintahan yang berdaulat penuh.

“Paling tidak di kalangan pengikut ideologi radikal, bisa mendengar tentang pehamanan yang benar atas hadist atau ayat-ayat yang selama ini mereka gunakan sebagai dasar untuk bakar semangat para pelaku teror di lapangan. Kita harap beliau ini menjadi sumber primer,” kata Ansyaad.

Namun demikian, Ansyaad menyadari, untuk merubah pola pikir para penganut paham radikal tidak lah mudah dan membutuhkan waktu lama. Maka itu, kata dia, untuk menghilangkan aksi terorisme di Indonesia tidak hanya dibutuhkan pasukan khusus yang memberantas teroris seperti Densus 88. Tapi juga peran ulama dalam meluruskan pemikiran agama yang salah.

Dasar pemikiran ini, imbuh Ansyaad, sangat membahayakan. Bukan saja Indonesia, tapi bagi perkembangan Islam secara keseluruhan. “Karena itu BNPT bagian dari pemerintah berusaha keras mendorong ke depan agar para ulama, apakah dalam negeri ataupun dari internasional, dapat memberi pencerahan kepada masyarakat,” pungkas Ansyaad.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *