Berikut adalah kebijakan dan strategi Pencegahan Terorisme yang dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), terdiri dari :
- Pengawasan dan kontra propaganda
Pengawasan dan Kontra Propaganda merupakan bagian dari Pencegahan Terorisme dengan tugas utamanya merumuskan, menkoordinasikan dan melakukan pengawasan, baik pengawasan administratif maupun pengawasan fisik serta strategi kontra propaganda melalui media center maupun media lainnya. Hal yang terkait pemantauan dan pengendalian di bidang pengawasan dan strategi kontra propaganda juga dilakukan untuk mengantisipasi aksi terorisme.
- Kewaspadaan
Kewaspadaan dalam pencegahan teror meupakan upaya deteksi dini dalam mencegah aksi teror. Bidang Kewaspadaan bertugas merumuskan kebijakan dan strategi di bidang peringatan dini dalam rangka pencegahan ancaman terorisme, menyiapkan koordinasi peringatan dini dan hal-hal yang terkait informasi awal tentang rencana kegiatan terorisme terutama pemetaan, jaringan dan pendanaan terorisme. Hal terpenting adalah melaksanakan kebijakan dan strategi di bidang peringatan dini dalam rangka pencegahan ancaman terorisme serta memantau dan mengendalikan pelaksanaan peringatan dini dalam rangka pencegahan ancaman terorisme.
- Penangkalan
Bidang penangkalan dalam pencegahan Terorisme berarti merumuskan, melakukan koordinasi dan melaksanakan program penangkalan ideologi dan aliran radikal serta tindak kekerasan. Demikian juga upaya memantau serta melakukan pengendalian pelaksanaan program-program penangkalan ideologi dan aliran radikal serta tindak kekerasan dalam rangka pencegahan terorisme.
- Perlindungan
Perlindungan dalam Pencegahan Terorisme di bagi menjadi dua sub bidang yaitu perlindungan terhadap Obvitnas, VVIP serta transportasi dan Perlindungan terhadap lingkungan. Perlindungan terhadap Obvitnas, VVIP dan transportasi bertugas menyiapkan bahan perumusan, koordinasi dan pelaksanaan pengamanan serta melakukan pemantauan dan pengendalian program terkait objek vital nasional, transportasi dan VVIP dalam rangka perlindungan. Objek vital nasional adalah telekomunikasi, transportasi (darat, laut, udara), jasa keuangan dan perbankan, ketenagalistrikkan, minyak dan gas, pasokan air besih, unit layanan darurat seperti rumah sakit,kepolisian dan pemadam kebakaran serta kantor pemeintahan.
Perlindungan terhadap lingkungan berfungsi merumuskan kebijakan dan strategi di bidang pengamanan wilayah pemukiman serta wilayah publik dalam rangka perlindungan. Mengkoordinasikan dan melaksanakan program-program pengamanan wilayah pemukiman dan wilayah publik dalam rangka perlindungan. Pemantauan dan pengendalian program juga dilakukan untuk melakukan perlindungan dsebagai bagian dari pencegahan terorisme.
Hal-hal tersebut diwujudkan dengan menggunakan dua strategi, yaitu:
- Program Kontra Radikalisasi yang ditujukan terhadap masyarakat yang belum terpapar paham radikal, yaitu dengan melaksanakan kegiatan pencegahan yang meliputi kegiatan pengawasan terhadap orang, senjata api, amunisi, bahan peledak, kegiatan kontra propaganda, kegiatan kewaspadaan serta kegiatan perlindungan terhadap obyek vital, transportasi, VVIP serta lingkungan dan fasilitas publik.
- Program Deradikalisasi yang ditujukan terhadap kelompok yang sudah terpapar paham radikal, meliputi; kelompok inti, militant, simpatisan, dan pendukung terorisme (seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1 dibawah ini) dengan melaksanakan kegiatan penangkalan, rehabilitasi, resosialisasi dan re-edukasi.
Gambaran Radikalisme di Masyarakat
Sumber: Jakstra Deputi I BNPT
Pusat gerakan radikalisme adalah Kelompok Inti (Hardcore) yaitu para aktor intelektual atau otak di balik gerakan dan persebaran paham radikal teroris. Dari kelompok inilah terlahir para pelaku yang militan, yang telah “tercuci otak” sehingga berani dan rela melakukan teror bahkan bunuh diri untuk mengejar “surga” sesuai keyakinannya. Kelompok ini merupakan ancaman utama karena menjadi produsen dan sutradara bagi serangkaian pemboman di Indonesia.
Ring kedua adalah Kelompok Militan yaitu para eksekutor aksi terorisme baik yang ada di garis depan maupun sebagai perangkat pelaksana. Kelompok telah dilatih dan dipersiapkan untuk melakukan aksi bunuh diri dalam aksi teror, atau disebut sebagai ”pengantin”. Mereka sudah tidak takut lagi untuk mati baik ketika meledakkan bom, tertangkap dan dieksekusi mati, atau tertangkap dan dipenjara. Biasanya, mereka adalah remaja-remaja yang mudah dipengaruhi. Mereka direkrut oleh tokoh-tokoh kunci di kelompok satu (inti) untuk melaksanakan aksi teror yang direncanakan.
Ring ketiga adalah Kelompok Pendukung yaitu individu atau kelompok yang dengan sukarela menyediakan sarana pendukung bagi aksi terorisme, termasuk tempat pelatihan, pendanaan, dan tempat persembunyian anggota-anggota teroris. Pada dasarnya, mereka memiliki paham yang sama dengan dua kelompok sebelumnya. Kelompok ini menjadi berbahaya karena ikut menentukan berhasil tidaknya aksi terorisme. Keberhasilan aksi teror juga ditentukan apakah sumber daya berupa dana, materi pembuat bom, senjata, media rekruitmen, serta tempat pelatihan.
Ring selanjutnya adalah kelompok simpatisan yang berpotensi mendukung gerakan terorisme namun tidak terlibat aksi teroris. Ancaman dari kelompok ini lebih merupakan ancaman tidak langsung, yaitu memberikan dukungan ideologis seperti pentingnya Negara Islam, Khilafah Islam, Jihad, dan sejenisnya. Mereka biasanya memfasilitasi penyebaran paham radikal dan seringkali bersikap eksklusif. Kelompok-kelompok pengajian dan dakwah di kampus, kelompok kerohanian di sekolah-sekolah menjadi lahan subur bagi kelompok untuk merekrut anggota dan menyebarkan paham eksklusif radikal.
Lapisan terluar adalah Masyarakat Indonesia yang rentan menjadi sasaran radikalisme. Atas dasar itu, seluruh stakeholders berkewajiban memberikan arahan dan bimbingan kepada masyarakat agar tidak terjangkiti radikalisme. Program Kontra Radikalisasi dan Program Deradikalisasi terus dijalankan BNPT sebagai bentuk dari pencegahan terorisme.