Teheran – Iran menyebut serangan udara Amerika Serikat (AS) terhadap milisi pro-Iran di Suriah bagian timur, Jumat (26/2/2021) waktu setempat, mendorong terorisme. Kementerian Luar Negeri Iran secara terpisah menyebut serangan AS itu melanggar HAM dan hukum internasional.
Seperti dilansir Reuters, Sabtu (27/2/2021), otoritas AS sebelumnya menyebut pihaknya menyerang posisi kelompok paramiliter Kataeb Hezbollah dan Kataeb Sayyid al-Shuhada, dua milisi Irak pro-Iran yang beroperasi di bawah Hashed. Kedua milisi itu diyakini mendalangi rentetan serangan roket terhadap tentara AS di Irak beberapa waktu lalu.
“Tindakan Amerika baru-baru ini memperkuat dan memperluas aktivitas teroris Daesh (Islamic State of Iraq and Syria/ISIS) di kawasan,” tuduh Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, Shamkhani.
“Serangan terhadap pasukan perlawanan antiteroris merupakan awal dari babak baru terorisme terorganisasi,” cetusnya seperti dikutip media Iran, Nour News.
“Kita akan mengkonfrontasi rencana AS untuk membangkitkan kembali terorisme di kawasan,” imbuh Shamkhani tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Komentar itu disampaikan Shamkhani saat menyambut Menteri Luar Negeri Irak, Fuad Hussein, yang berkunjung ke Iran. Kunjungan ini merupakan yang kedua kali dilakukan Hussein dalam sebulan terakhir. Kunjungan Hussein ini dimaksudkan untuk ‘membahas perkembangan kawasan, termasuk menyeimbangkan hubungan dan menghindari ketegangan’ dengan Iran.
Dalam pernyataan terpisah, Kementerian Luar Negeri Iran menyatakan ‘kecaman keras’ terhadap serangan udara AS di Suriah. Disebutkan bahwa serangan semacam itu berisiko ‘meningkatkan konflik militer’ di kawasan.
“Mengecam keras serangan ilegal oleh pasukan AS di area-area di Suriah bagian timur yang jelas merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan hukum internasional,” sebut juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Saeed Khatibzadeh.
“Pemerintahan baru AS mengarah pada konflik militer adan semakin mendestabilisasi kawasan,” imbuhnya.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Suriah menyebut serangan udara AS di wilayah itu sebagai ‘serangan pengecut’.
“Suriah mengecam keras serangan pengecut AS di are-area di Deir al-Zor dekat perbatasan Suriah-Irak. Mereka (pemerintahan Presiden Joe Biden) seharusnya berpegang pada legitimasi internasional, bukan hukum rimba seperti pemerintahan sebelumnya,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Suriah.
Juru bicara Pentagon, John Kirby, sebelumnya menyebut dua jet tempur F-15E ‘Strike Eagles’ menembakkan tujuh amunisi yang ditargetkan pada fasilitas-fasilitas di Suriah bagian timur, yang digunakan dua milisi pro-Iran itu yang diyakini mendalangi rentetan serangan roket terhadap tentara AS di Irak beberapa waktu lalu.
Diketahui bahwa salah satu serangan roket itu mengenai kompleks militer di Arbil, wilayah Kurdi, pada 15 Februari lalu. Satu warga sipil dan seorang kontraktor asing yang bekerja dengan pasukan koalisi pimpinan AS tewas. Beberapa kontraktor dan seorang tentara AS luka-luka akibat serangan itu.
Kirby menyebut bahwa sembilan ‘fasilitas’ yang digunakan milisi pro-Iran di Suriah ‘hancur total’ dan dua fasilitas lainnya ‘hancur sebagian’.