Yogyakarta – Aksi-aksi terorisme yang terjadi di waktu silam adalah bentuk tindak kejahatan atas kemanusiaan yang jelas bertentangan dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia, nilai-nilai kearifan lokal, serta nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama manapun.
Hal ini bisa terlihat dari karakteristik target pada sebuah aksi teror yang bersifat acak, tidak membeda-bedakan sasaran dengan korban yang sebagian besar berasal dari pihak sipil yang tidak berdosa.
“Oleh karena itu BNPT menggelar Forum Silaturahmi Penyintas (Forsitas) 2020 untuk menaungi dan menjadi sahabat bagi para korban (penyintas) aksi terorisme, serta sebagai wadah bagi penyintas dalam merajut tali persaudaraan sebagai warga negara Indonesia”, ujar Direktur Perlindungan BNPT Brigjen Pol. Herwan Chaidir saat membuka Forsitas 2020 di Hotel Griya Persada, Yogyakarta, Rabu (26/8).
Terorisme memang tidak selalu identik dengan agama, ada banyak aksi teror lain yang dilakukan tidak atas nama agama. Hanya saja beberapa tahun kebelakang ini aksi terorisme hampir selalu diidentikkan dengan agama.
“Penting perlu kita ingat bersama, bahwa kesalahan tidak terletak pada ajaran agama, namun terkadang kita menemukan perbedaan penafsiran yang diimplementasikan ke dalam bentuk perilaku yang mengarah ke tindak kekerasan,” ungkap Herwan saat memberikan sambutan.
Herwan juga menyampaikan bahwa penanggulangan terorisme perlu dipahami hingga akar masalah. Kebanyakan dari kelompok teror tidak siap adanya perbedaan, dan perbedaan dianggap sebagai pertentangan.
“Dengan adanya kegiatan ini diharapkan kita dapat mengingat pentingnya saling menghargai dan memahami perbedaan, sebagaimana bangsa Indonesia yang berpegang teguh kepada Bhinneka Tunggal Ika”, lanjutnya.
Melalui Forsitas ini, Ia berharap para penyintas dapat menyebarkan semangat perdamaian dan memberikan contoh bahwa saling menghargai, saling memahami dan saling menjalin silaturahmi serta komunikasi yang baik dengan berbagai elemen, termasuk diantara Lembaga negara dengan penyintas.
“Bapak dan Ibu adalah orang-orang yang kita harapkan untuk berpartisipasi dengan menjadi pelopor perdamaian. Peran Bapak dan Ibu dalam rangka pencegahan terorisme juga sangat kami harapkan,” pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama juga, Kasubdit Pemulihan Korban BNPT, Kolonel Czi Roedy Widodo yang juga Ketua Panpel Forsitas 2020 mengungkapkan, acara ini diikuti perwakilan elemen Penyintas dari Jabodetabek, Jabar, Jateng, Jatim, dan Bali. Penyintas Jabodetabek yang terdiri dari korban bom JW Mariott, Kedubes Australia Kuningan, Thamrin, Kampung Melayu, dan kerusuhan Mako Brimob. Penyintas Jawa Barat yaitu korban bom Masjid Polresta Cirebon. Jawa Tengah korban bom Gereja Kepunton Solo, penyerangan Tawangmangu Karang Anyar, penyerangan Gereja St. Lidwina. Penyintas Jawa Timur yaitu korban bom JW Mariott, bom Gereja Santa Maria Tak Bercela, bom Gereja Pantekosta Pusat Surabaya, bom GKI Diponegoro, bom Mapolrestabes Surabaya. Korban bom Bali 1 dan 2.
Forsitas 2020 diisi berbagai diskusi dengan perwakilan kementerian dan lembaga terkait seperti dari Kementerian Koperasi dan UKM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Balai Besar Pengembangan Pelatihan Kerja, Yayasan Pelita Harapan Bangsa dan sesi motivasi yang dibawakan oleh Himpunan Psikologi Indonesia DIY.