Batam – Karena menolak menyanyikan lagu Indonesia Raya dan memberi hormat kepada bendera Merah Putih, dua orang siswa SMP Negeri 21 Batam dikeluarkan dari sekolah.
Keputusan ini diambil setelah upaya pembinaan dan pendekatan ke siswa bersama orangtuanya tak membuahkan hasil .
“Mereka pada saat melaksanakan upacara tidak mau hormat bendera dan tidak mau menyanyikan lagu Indonesia Raya. Jadi memang dengan berat hati kita kembalikan ke orang tua,” kata Kadis Pendidikan Kota Batam Hendri Arulan kepada wartawan, Selasa (26/11).
Keputusan ini diambil dan dituangkan dalam berita acara pertemuan pihak sekolah, Disdik, Danramil, perwakilan Polsek termasuk Dewan Pendidikan.
Hendri mengutip pernyataan Danramil 02/Batam Barat, Kapten R Sitinjak, yang mengatakan perilaku kedua siswa sudah menyalahi aturan dalam negara. Perilaku ini juga dikhawatirkan akan membawa pengaruh ke siswa didik lainnya.
Setelah kesepakatan diambil, pihak sekolah, menurut Hendri, akan memanggil orang tua kedua siswa untuk mengembalikan murid didik tersebut.
“Namun tetap kita fasilitasi agar mereka dapat mengeyam pendidikan nonformal,” sambung Hendri.
Kedua siswa ini tercatat duduk di kelas 8 dan kelas 9. Peristiwa penolakan hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya saat upacara sekolah disebut Hendri sudah terjadi sejak satu tahun lalu.
“Mereka menganut aliran kepercayaan tertentu. Ini bagian daripada melawan tidak ikut aturan berbangsa dan bernegara dan ini merupakan makar. Ini bahasa Danramil. Selama ini sejak kelas 7, sudah 1 tahun lebih setiap upacara tidak mau hormati bendera dan tidak mau nyanyi Indonesia Raya dan kita ambil keputusan itu,” sambung Hendri.
Saat itu, orang tua kedua siswa sudah ditemui pihak sekolah. Namun kedua siswa ini menurut Hendri tetap menolak hormat bendera.
“Orang tua sudah sering dipanggil, diberi pemahaman. Daripada berpengaruh ke siswa lain, maka hasil rapat memutuskan seperti itu (mengembalikan ke orang tua),” katanya.
Sementara itu komisioner KPAI Kepulauan Riau, Erry Syahrial, mengatakan sikap menolak hormat bendera ini sudah dibahas bersama orangtua.
“Berulang kali guru agama dan Pembina OSIS mengadakan pendekatan tetapi hasilnya nol bahkan menimbulkan beberapa perselisihan pendapat,” ujar Erry terpisah.
Karena tak ada kata sepakat, kejadian ini dibawa ke pihak berwajib untuk dilakukan komunikasi meluruskan sikap kedua siswa yang salah.
“Hal yang perlu digarisbawahi dalam hal ini adalah kedua anak tersebut menyatakan keberatan untuk mengangkat tangan (hormat bendera) pada saat upacara bendera,” sambungnya lagi