Jakarta – Penangkapan seorang dosen salah satu perguruan tinggi yang menyembunyikan bom di rumahnya menjadi bukti penyebaran paham radikal terorisme tidak hanya menyasar kalangan mahasiswa, tetapi juga lingkungan dosen. Artinya, infiltrasi paham dan jaringan kelompok radikal di kampus telah menyebar sedemikian massif yang menuntut upaya pencegahan secara komprehensif.
“Sekarang ini hampir semua elemen telah kena, polisi, TNI, dosen apalagi mahasiswa. Ini jangan sampai terjadi,” kata Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. Ir. Hamli. ME di Jakarta, Senin (14/10/2019).
Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui BNPT ke beberapa kampus merupakan bagian dari progam kontra radikalisasi. Program di kampus dilaksanakan bukan untuk menghakimi kampus tertentu, tetapi upaya mencegah dan melibatkan civitas akademika yang belum terpapar paham radikal agar menangkal penyebarannya di kampus. Seperti yang dilakukan BNPT melalui FKPT Sulawesi Selatan (Sulsel) pada giat Dialog Pelibatan Civitas Academika Dalam Pencegahan Terorisme Melalui FKPT Sulawesi Selatan di IAIN Palopo, Kamis (10/10/2019),
“IAIN Palopo tidak ada terorisme, namun kami menggelar acara di sini karena kami memang ingin mencegah, karena lebih baik mencegah daripada mengobati atau sebelum terjadi, karena ada seorang dosen yang tertangkap karena membuat bom,” kata Hamli.
Karena itulah, menurut Hamli, seluruh insan kampus harus mengetahui beberapa pola dan modus yang dilakukan oleh kelompok radikal dalam menyebarkan paham dan merekrut anggota baru di lingkungan kampus. Pola-pola yang digunakan bisa sangat beragam, tetapi hampir memiliki modus yang sama di beberapa kampus.
Ada beberapa jalur yang biasa mereka manfaatkan sebagai metode perekrutan anggota baru semisal kajian kerohanian yang tertutup dan mentoring keagamaan yang ekslusif. Modus yang lain mereka juga menawarkan tempat tinggal dan kos gratis dengan syarat mengikuti kajian mereka, mendampingi mahasiswa baru dan mengarahkan pada kelompok diskusi tertentu.
Seluruh pola dan modus di atas, menurut Hamli, harus diwaspadai di semua level kebijakan kampus baik rektorat, UKM, maupun mahasiswa. Pihak kampus harus segera menyadari bahwa keberadaan kelompok ini adalah nyata di beberapa kampus dan apabila tidak diberikan penanganan khusus bisa berkembang dengan leluasa.